Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto buka suara merespons desakan Aliansi Ekonom Indonesia (AEI) agar program Makan Bergizi Gratis (MBG) dihentikan untuk evaluasi menyeluruh.
Airlangga menegaskan program MBG tetap berjalan karena Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan apa saja yang harus dilakukan untuk memperbaiki program tersebut.
"Tidak, (MBG) tidak (dihentikan), dilanjutkan. Kan kemarin Pak Presiden sudah merapatkan dan kemarin Menko Pangan sudah menjelaskan ke media," kata Airlangga kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Senin (29/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, Prabowo telah memanggil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana pada Sabtu (27/9). Pemanggilan dilakukan untuk meminta laporan usai kasus keracunan belakangan meluas di berbagai daerah.
Dalam kesempatan itu, Prabowo memerintahkan agar Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) memiliki koki terlatih. Dia juga meminta dapur yang memproduksi menu MBG dilengkapi alat rapid test untuk memeriksa kualitas makanan.
Selain itu, Prabowo menginstruksikan agar setiap SPPG memiliki alat sterilisasi food tray. Terkait hal ini SPPG harus memasang filter air untuk menjamin kualitas air yang digunakan.
Prabowo juga meminta agar SPPG dilengkapi CCTV yang terhubung langsung ke pusat. Langkah itu diharapkan dapat memperkuat kualitas layanan dan memastikan program pemenuhan gizi nasional berjalan lebih aman dan terpercaya.
Aliansi Ekonom Minta MBG Dihentikan Sementara
Sebanyak 10 perwakilan dari Aliansi Ekonom Indonesia (AEI) menemui Airlangga Hartarto. Salah satu yang disampaikan adalah desakan untuk penghentian sementara program MBG.
Anggota AEI, Lili Yan Ing menyampaikan kekecewaannya terhadap desain program MBG yang dinilai tidak proporsional dalam alokasi anggaran. Program ini dianggap hanya untuk memenuhi janji politik semata, tanpa melalui proses perencanaan yang matang.
"Menurut kami alokasi MBG itu tidak proporsional. Kami mengerti bahwa MBG itu adalah janji politik dan pada idealnya memang bagus untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, meningkatkan kualitas kesehatan anak-anak, namun MBG itu terlalu besar," ujar Lili kepada wartawan di Kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (29/9).
Lili membeberkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang menyebut dari sekitar 80 juta siswa, hanya 1% atau sekitar 800 ribu yang mengaku tidak pernah makan dan 4% atau sekitar 3,5 juta siswa yang menyatakan kekurangan makan. Harusnya itu saja yang difokuskan sebagai penerima MBG sehingga tidak memerlukan anggaran terlalu besar.
"Kalau kita pakai perhitungan sederhana Rp 10 ribu (per hari) dalam waktu 20 hari sebulan, 12 bulan dalam waktu satu tahun, maksimal yang dialokasikan pemerintah itu hanya pada angka Rp 8 triliun. Itu yang kami tekankan, pemerintah harus mempunyai piloting di daerah tertentu untuk masyarakat yang memang membutuhkan, masyarakat yang berpendapatan menengah ke bawah," ucapnya.
Lili menyarankan agar program MBG dilaksanakan dengan sistem partisipatif dari orang tua, murid dan guru. Kemudian evaluasi dengan SOP yang jelas sehingga akuntabilitas dan transparansi program dapat terjaga.
"Makanya kami menekankan mengapa perlu ada pemberhentian saat ini juga karena kami melihat tiga hal yang kami sampaikan itu tidak dilaksanakan dengan baik," tegasnya.
(aid/hns)