Ketidakpastian ekonomi dunia kembali meningkat. Indeks Ketidakpastian Ekonomi atau World Uncertainty Index (WUI) Indonesia melonjak tajam pada kuartal II-2025 hingga menyentuh level 1,10, menurut data Federal Reserve Bank of St. Louis (FRED). Angka ini jadi yang tertinggi sejak 1952.
Mengutip data FRED yang dirilis pada 9 Juli 2025, kenaikan itu menandai lonjakan signifikan dibanding kuartal sebelumnya yang hanya 0,51.
Ketua BPP HIPMI Bidang Sinergitas Danantara, BUMN & BUMD, Anthony Leong, menilai lonjakan WUI ini harus jadi alarm bagi semua pihak, baik pemerintah, pelaku usaha, lembaga keuangan, maupun masyarakat sipil.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kenaikan World Uncertainty Index mencerminkan meningkatnya kekhawatiran global terhadap ketidakpastian ekonomi, geopolitik, dan kebijakan fiskal. Namun bagi Indonesia, ini bukan alasan untuk pesimis, justru momentum untuk memperkuat sinergi lintas sektor," ujar Anthony, Senin (13/10/2025).
Ia menjelaskan, lonjakan indeks ketidakpastian global perlu dibaca sebagai sinyal untuk memperkuat perencanaan ekonomi jangka menengah.
"Ketidakpastian global memang tinggi, tapi itu artinya pasar global dan domestik sedang mencari kejelasan. Bagi pengusaha, fokusnya harus ke mitigasi risiko dan efisiensi operasional. Bagi pemerintah, kebijakan makro harus makin predictable, terutama arah kurs, bunga, dan insentif," jelasnya.
Anthony mengatakan target investasi nasional sebesar Rp 1.900 triliun tahun ini masih bisa tercapai jika ada kepastian kebijakan, konsistensi pelaksanaan di daerah, dan kerja sama antara publik dan swasta.
"Kami di HIPMI siap menjadi penggerak investasi melalui project preparation dan memastikan proyek-proyek dari anggota bisa bankable, bernilai tambah, dan siap diakses oleh investor juga ke depannya," katanya.
Ia juga menyoroti perlunya sinergi antar kementerian dan lembaga untuk menjaga iklim investasi tetap kompetitif.
"Stakeholder di beberapa kementerian/lembaga harus punya roadmap investasi yang sama, bukan hanya di dokumen, tapi juga di lapangan," tegasnya.
Anthony menilai BUMN dan BUMD bisa berperan membuka ruang bagi pengusaha muda dalam proyek strategis nasional.
"BUMN jangan hanya jadi pemain besar, tapi juga fasilitator yang membuka rantai pasok dan peluang kolaborasi dengan sektor swasta," tambahnya.
Menurutnya, pemerintah perlu menjaga stabilitas kebijakan makro dan mempercepat reformasi birokrasi agar kepercayaan pasar tetap terjaga. Ia menekankan pentingnya penyederhanaan regulasi, terutama di daerah.
"Pemerintah harus memastikan semangat deregulasi di pusat benar-benar diterjemahkan di daerah. Jangan sampai investor tertarik di atas kertas tapi terhambat di lapangan," ujarnya.
Anthony juga mendorong perluasan akses pembiayaan bagi pengusaha muda lewat kerja sama antara pemerintah, BUMN, lembaga keuangan, dan organisasi masyarakat sipil.
"Kolaborasi dengan civil society penting untuk memastikan pembangunan ekonomi tidak hanya soal angka, tapi juga pemberdayaan yang berkelanjutan. Prinsipnya kita harus bergerak cepat, menjaga kepercayaan investor, memperkuat koordinasi lintas sektor, dan memastikan Indonesia tampil sebagai negara yang tangguh menghadapi ketidakpastian," pungkasnya.
(fdl/fdl)