Tiga Ekonom Sabet Nobel 2025, Bongkar Inovasi buat Genjot Ekonomi

Tiga Ekonom Sabet Nobel 2025, Bongkar Inovasi buat Genjot Ekonomi

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Rabu, 15 Okt 2025 08:20 WIB
3 Profesor Peraih Nobel Ekonomi 2025
3 Profesor Peraih Nobel Ekonomi 2025/Foto: Niklas Elmehed Β© Nobel Prize Outreach
Jakarta -

Sebanyak tiga ekonom terkemuka yakni Joel Mokyr, Philippe Aghion, dan Peter Howitt berhasil meraih penghargaan Nobel ekonomi 2025. Pencapaian tersebut berkat karya mereka tentang peran inovasi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan standar hidup di seluruh dunia.

Dikutip dari Reuters, Rabu (15/10/2025), penelitian tersebut menjelaskan bagaimana teknologi menghasilkan produk dan metode produksi baru, menghasilkan standar hidup, kesehatan, dan kualitas hidup yang lebih baik.

Penghargaan bergengsi ini secara resmi bernama Sveriges Riksbank Prize in Economic Sciences in Memory of Alfred Nobel. Penghargaan ini merupakan yang terakhir diumumkan tahun ini dengan hadiah 11 juta krona Swedia (US$ 1,2 juta ) atau setara Rp 19,16 miliar (kurs Rp 1.742).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemberi nobel tersebut, Akademi Ilmu Pengetahuan Kerajaan Swedia, mengatakan para pemenang telah berhasil membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak dapat dianggap remeh.

ADVERTISEMENT

"Sepanjang sejarah manusia, stagnasi ekonomi, bukan pertumbuhan, telah menjadi norma. Karya mereka menunjukkan bahwa kita harus mewaspadai, dan menangkal, ancaman terhadap pertumbuhan yang berkelanjutan," kata Akademi.

Joel Mokyr merupakan profesor di Northwestern University, AS. Philippe Aghion mengajar di Collège de France dan INSEAD, Paris, serta di London School of Economics and Political Science (LSE), Inggris. Sedangkan Peter Howitt adalah profesor di Brown University, Providence, AS.

Melalui karyanya, para pemenang penghargaan juga menyoroti tantangan dari kebijakan perdagangan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan reformasi pendidikan tinggi yang dianggap sebagian orang sebagai serangan terhadap kebebasan akademik.

Mokyr meraih setengah dari total hadiah tersebut, sementara Aghion dan Howitt berbagi sisanya. Penelitian Mokyr mengkaji alasan generasi saat ini jauh lebih kaya dan hidup jauh lebih baik daripada sebelumnya.

Ia menyatakan kekhawatirannya bahwa AS akan kehilangan tempatnya sebagai garda terdepan dalam penelitian dan pendidikan ilmiah di bawah kebijakan-kebijakan baru Trump. Kebijakan larangan penelitian dan eksplorasi ilmiah menurutnya berlandaskan pada pertimbangan politik yang tidak relevan.

"Serangan pemerintahan saat ini terhadap pendidikan tinggi dan penelitian ilmiah mungkin merupakan gol bunuh diri terbesar dalam sejarah, atau setidaknya gol bunuh diri terbesar sejak Dinasti Ming di China pada dasarnya melarang penelitian dan eksplorasi ilmiah," kata Mokyr.

Kecerdasan Buatan Genjot Ekonomi

Sementara itu, Aghion membahas kehadiran kecerdasan buatan yang memicu lonjakan pertumbuhan baru bagi ekonomi global. Ia juga menyoroti risiko strategis bagi Eropa karena semakin tertinggal dari Amerika Serikat dan China dalam teknologi masa depan.

Ia juga menyoroti tentang deglobalisasi dan hambatan tarif sebagai hambatan pertumbuhan. Menurutnya, semakin besar pasar, semakin besar pula kemungkinan untuk bertukar ide, mentransfer teknologi, dan membentuk persaingan yang sehat.

"Apa pun yang menghalangi keterbukaan merupakan hambatan bagi pertumbuhan. Jadi, saya melihat ada semacam awan gelap yang sedang menumpuk, mendorong munculnya hambatan bagi perdagangan dan keterbukaan," ujar Aghion.

Aghion juga meminta Eropa untuk belajar dari AS dan China. Kedua negara adidaya itu menurutnya telah menemukan cara untuk menyelaraskan persaingan dan kebijakan industri.

"Di Eropa, atas nama kebijakan persaingan, kami menjadi sangat anti terhadap segala bentuk kebijakan industri. Saya pikir kita perlu mengembangkannya dan menemukan cara untuk menyelaraskan kebijakan industri di bidang-bidang seperti pertahanan, iklim, kecerdasan buatan, bioteknologi," ujarnya.

Sedangkan Howitt mengkritik kebijakan perdagangan Trump. Menurutnya, kebijakan-kebijakan tersebut akan menghambat inovasi dan mengurangi apa yang disebut sebagai efek skala. Ia juga mengatakan, perang tarif hanya akan mengurangi lingkup akses pasar bagi masyarakat.

Selain itu, Ia juga menyoroti langkah AS untuk mengembalikan lapangan kerja manufaktur. Meski langkah tersebut masuk akal secara politis, menurutnya hal itu bukanlah kebijakan ekonomi yang baik.

"Kita memang jago mendesain sepatu lari, tetapi lebih baik kita membiarkan orang lain membuatnya," ujar Howitt.

Hadiah Nobel ekonomi merupakan yang terakhir dari rangkaian penghargaan Nobel lain di bidang kedokteran, fisika, kimia, perdamaian, dan sastra yang telah diumumkan lebih dahulu pekan lalu. Penghargaan itu pertama kali diberikan pada 1969.

Meskipun hanya sedikit ekonom yang namanya dikenal luas atas penghargaan tersebut, beberapa pemenang yang cukup terkenal antara lain mantan ketua Federal Reserve AS Ben Bernanke, Paul Krugman, dan Milton Friedman.

Lihat juga Video: Kenapa Pertumbuhan Ekonomi RI Lebih Tinggi Dari Perkiraan Ekonom?

Halaman 2 dari 2
(shc/ara)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads