Indonesia terus berproses untuk bergabung dengan Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organization for Economic Co-operation and Development/OECD) sebagai anggota penuh. Setidaknya ada 250 standar dan rekomendasi yang harus dipenuhi Indonesia untuk menjadi anggota penuh organisasi internasional tersebut.
Indonesia sudah masuk daftar kandidat aksesi dan menargetkan waktu tiga tahun untuk menjadi anggota OECD. Bersama Argentina, Brasil, Bulgaria, Kroasia, Peru, dan Rumania, Indonesia saat ini menjalankan proses aksesi. Hingga Juli 2025, sekitar 90% standar dan praktik Indonesia diklaim sudah sejalan dengan yang diterapkan OECD.
Sebagai upaya mempercepat bergabungnya Indonesia ke dalam OECD, Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) bersama lembaga riset Purnomo Yusgiantoro Center menyarankan pemerintah yang kini dipimpin Presiden Prabowo Subianto untuk membentuk lembaga baru di bidang ketenagalistrikan.
Lembaga baru ini disarankan berdiri secara independen dan transparan, serta bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Keberadaannya diharapkan dapat menjawab berbagai isu ketenagalistrikan, baik dari sisi teknis, ekonomi, maupun legalitas.
Rekomendasi tersebut disampaikan setelah kedua pusat studi itu melakukan kajian bersama terkait industri ketenagalistrikan dalam negeri, dalam kaitannya dengan percepatan pertumbuhan ekonomi, transisi industri berkelanjutan, dan isu lingkungan-yang menjadi salah satu syarat utama masuk OECD.
"Ketenagalistrikan menjadi pilar sangat penting dalam pembangunan ekonomi. Kita ketahui tanpa energi listrik, yang kemudian sekarang semua kebutuhan untuk pemenuhan energi itu lama-lama didorong menuju elektrifikasi," kata Ketua Pusat Studi Energi UGM, Sarjiya, dalam media briefing di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Jumat (17/10/2025).
"Ini salah satu concern OECD ketika mereka mengevaluasi aksesi negara-negara untuk memastikan isu lingkungan dan bisnis ketenagalistrikan yang sehat menjadi perhatian," sambungnya.
Sarjiya menjelaskan, dari sisi otoritas dan kemandirian, lembaga ini diharapkan bisa berdiri dengan otonomi penuh, baik dalam aspek kelembagaan, keuangan, maupun keputusan teknis untuk menjalankan regulasi yang ditetapkan oleh kementerian, lembaga, atau badan terkait.
"Dari sisi fungsi, saya kira salah satu hal yang sangat terkait dengan bisnis ketenagalistrikan yang sehat adalah pengaturan tarif dan kompetisi. Juga bagaimana mencegah praktik monopoli dan posisi dominan, mendorong transparansi tata kelola, serta menjadi jembatan koordinasi antar lembaga," paparnya.
"Tetapi memang di sana ada biaya-biaya yang mungkin harus dikeluarkan. Karena lembaga ini juga butuh operasional, koordinasi lintas lembaga, dan kesiapan untuk melakukan transisi tadi," ucap Sarjiya menambahkan.
Simak juga Video: OECD Ramal Ekonomi RI 4,9 Persen, Airlangga Bilang Begini
(igo/fdl)