Perubahan struktur kelembagaan penyelenggaraan haji menandai langkah besar dalam reformasi tata kelola sektor keagamaan dan ekonomi publik Indonesia.
Melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 dan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2025, pemerintah resmi memindahkan kewenangan pengelolaan haji dari Kementerian Agama (Kemenag) kepada Kementerian Haji dan Umrah (KHU).
Kebijakan ini membawa dampak ekonomi dan administratif yang luas. Selain melibatkan dana kelolaan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang mencapai Rp 171,64 triliun pada 2025, transisi ini juga menyangkut pengalihan aset fisik bernilai besar seperti embarkasi, debarkasi, asrama, dan rumah sakit haji di seluruh Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Haeny Relawati Rini Widyastuti, menilai langkah ini merupakan reformasi fundamental, namun membutuhkan perencanaan matang agar tidak menimbulkan gangguan terhadap layanan jemaah.
"KHU perlu bergerak cepat melakukan sinergi dengan Kemenag agar fase transisi ini tidak menimbulkan turbulensi yang bisa mengganggu persiapan penyelenggaraan haji 2026," ujar Haeny, di Jakarta, Kamis (23/10/2025).
Haeny menyebut terdapat tiga tantangan besar yang perlu diantisipasi: tekanan waktu dan operasional, pembangunan kelembagaan dan SDM, serta alih kelola aset dan logistik.
Dengan waktu persiapan yang hanya enam bulan, KHU harus melakukan tender, kontrak layanan, hingga pemesanan akomodasi di Arab Saudi secara paralel.
"Keterlambatan sedikit saja bisa berimplikasi besar terhadap kualitas layanan bagi 221 ribu jamaah haji," katanya.
Selain itu, KHU harus membangun birokrasi baru dari nol, merekrut SDM profesional di 13 embarkasi dan 7 debarkasi, serta memastikan terjadinya transfer pengetahuan dari Kemenag agar pengalaman puluhan tahun tidak hilang begitu saja.
Tantangan lain adalah proses inventarisasi dan verifikasi aset haji nasional, yang secara administratif rumit dan bernilai ekonomi besar. Pengalihan aset-aset strategis ini memerlukan sistem data dan pengawasan yang akuntabel agar tidak terjadi kebocoran nilai aset negara.
Haeny mengusulkan tiga pendekatan strategis:
- Jangka pendek, pembentukan Satgas Transisi Haji 2026 dengan skema secondment pegawai Kemenag ke KHU guna menjaga kontinuitas layanan;
- Jangka menengah, konsolidasi kelembagaan dan pelatihan SDM inti bekerja sama dengan lembaga pelatihan pemerintah;
- Jangka panjang, pembangunan sistem tata kelola haji modern berbasis digital dan pengembangan model bisnis inovatif untuk optimalisasi aset publik.
"Niat baik pemerintah harus diikuti perencanaan yang matang, strategis, dan eksekusi yang cermat. Haji 2026 harus menjadi contoh sukses transisi yang tertata," pungkas Haeny.
Lihat juga Video: Prabowo Bentuk Kementerian Haji atas Permintaan Arab Saudi