Barang Impor 'Siluman' Serbu Pasar Domestik: Tanpa Label, Tanpa Hambatan

Barang Impor 'Siluman' Serbu Pasar Domestik: Tanpa Label, Tanpa Hambatan

Retno Ayuningrum - detikFinance
Rabu, 29 Okt 2025 13:24 WIB
Sejumlah warga memilih berbelanja pakaian thrifting di kaswasan Jakarta Pusat, Kamis (31/7/2025).Β Bisnis thrifting barang impor ilegal di Tanah Air masih menjamur. Kemenperin menyebut kerugian produsen lokal akibat thrifting bisa mencapai triliunan rupiah.
Ilustrasi/Foto: Grandyos Zafna/detikcom
Jakarta -

Pasar dalam negeri masih digempur produk impor. Kali ini, produk-produk pakaian jadi dari luar negeri tanpa merek dengan mudah melenggang masuk dan beredar di e-commerce hingga mall.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Danang Girindrawardana, mengatakan fenomena ini bukan hal baru. Ia menyebut praktik impor ilegal serta penurunan nilai barang agar pajak murah (undervalue) sudah berlangsung lama, bahkan sejak masa pandemi COVID-19.

"Ya, sebenarnya keluhan tentang impor baju baru tanpa merek, tanpa label berbahasa Indonesia itu kan udah praktik-praktik yang lama ya. Kalau praktik ini sebenarnya sudah kita keluhkan ya, tahun 2020 zaman COVID-19 itu sudah sangat merebak ya," kata Danang kepada detikcom, Rabu (29/10/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menerangkan, saat pandemi banyak produk tekstil yang semula ditujukan untuk ekspor ke negara-negara besar justru berakhir di Indonesia. Barang-barang itu kemudian diekspor ke Indonesia, sebagian melalui jalur ilegal atau skema impor borongan. Produk impor pakaian jadi yang masuk ke Indonesia tanpa merek, seperti kaos dan kemeja.

"Ya dengan adanya peraturan diperbolehkan impor borongan, ya, maksudnya mixed container karena dia masuk ke dalam bagian dari impor borongan itu. Jadi pihak Bea Cukai maupun pengawas di pelabuhan kan tidak memiliki kesempatan untuk memeriksa, karena dia ada di dalam kontainer borongan," terang Danang.

ADVERTISEMENT

Danang menjelaskan modus para importir memang mengimpor produk 'blank' atau polos tanpa merek dan label. Setelah masuk ke Indonesia, produk itu baru ditempeli merek lokal untuk dijual kembali dengan harga jauh lebih murah.

Ia menyebut barang-barang tersebut telah beredar luas di pasar domestik, mulai dari e-commerce hingga mal. Praktik yang menurutnya telah berlangsung hingga lima tahun ini menimbulkan persaingan tidak sehat.

"Tapi kita tahu bahwa barang-barang tersebut setelah ditempeli merek di Indonesia sudah beredar banyak di mal-mal kita, didagangkan secara e-commerce, sehingga persaingan menjadi tidak sehat, barang-barang itu masuk dengan harga yang sangat murah," jelasnya.

Di sisi lain, tarif impor yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump semakin menggempur pasar dalam negeri dengan serbuan barang impor. Menurutnya, China hingga Vietnam yang merupakan produsen terbesar tekstil dan garmen, memilih Indonesia sebagai sasaran empuk negara ekspor barang impor.

Terlebih penghalang perdagangannya lemah dan ada oknum aparat yang mudah diajak main.

"Mereka menghadapi hambatan dagang dengan US, maka barang-barang mereka yang overstock itu, yang sangat banyak itu. Kemudian diekspor ke negara-negara yang memiliki non-tariff barrier sangat rendah, termasuk di Indonesia. Jadi, karena Indonesia ini gampang diakali impor-impornya dan oknum-oknum pejabatnya gampang diajak main-main. Maka barang-barang itulah kemudian meluber ke Indonesia, dan dalam waktu yang sangat cepat," jelasnya.

Senada, Ketua Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta menyatakan praktik tersebut merupakan modus lama. Ia menyebut praktik tersebut bisa lolos lantaran

"Itu modus lama, terutama untuk kaos polos impor, disini tinggal di print dan diberi label. Ini masuk ya ilegal, karena semua barang yg diperjualbelikan di wilayah pabean Indonesia harus berlabel bahasa Indonesia. Untuk yang pangsa pasar lokal, biasanya masuk dengan modus borongan (ilegal) dan pasti masuk jalur hijau," ujarnya kepada detikcom.

Ia menyebut praktik itu telah berlangsung lebih dari sepuluh tahun dan kian masif hingga sekarang. Menurutnya, impor borongan semakin masif karena tidak ada langkah tegas yang dilakukan oleh pemerintah.

"Semakin banyak oknum BC yg terlibat bersama para importir, dan semakin banyak pihak yg menjadi pelindung demi keuntungan ekonomi. Di sisi lain aturan label juga diberlakukan posh border, jadi tidak ada kewajiban pemeriksaan di pelabuhan, sehingga lebih mudah masuk negeri," imbuh ia.

Simak juga Video: Ekonom CELIOS Bicara Soal Purbaya Lawan Importir Baju Bekas

(rea/fdl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads