Gempuran barang-barang impor dari China masih membanjiri Indonesia. Parahnya, gempuran produk asal Negeri Tirai Bambu ini banyak juga yang masuk secara ilegal, di luar barang-barang memang masuk secara legal dan bersaing di pasar dalam negeri.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan gempuran barang impor China di pasar dalam negeri ini utamanya terjadi karena ada selisih harga yang cukup signifikan, antara produk buatan Indonesia dengan produk asing.
Di mana menurutnya produk-produk buatan China ini bisa 50-60% lebih murah daripada produk asli buatan dalam negeri. Membuat mayoritas masyarakat, terutama mereka dari kelas menengah dan ke bawah lebih memilih produk-produk impor tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam kondisi di mana kelas menengah dan calon kelas menengah ini turun daya belinya, tentu saja mereka akan mencari produk-produk yang jauh lebih murah. Nah kalau dia jauh lebih murah, otomatis produk-produk import dari China lah yang dipilih," katanya kepada detikcom, Selasa (4/11/2025).
Masalah, produk-produk yang masuk ini bukan hanya yang diimpor secara legal dan membayarkan pajak atau bea masuk, tetapi juga yang masuk secara ilegal. Sehingga barang-barang murah asal Tiongkok ini jadi semakin murah saat dijual karena tidak membayar pajak ataupun bea masuk.
"Itu bisa ketahuan kalau kita mirroring data antara pencatatan barang yang masuk dari pihak Indonesia sama pencatatan barang yang diekspor China ke Indonesia. Dari pencatatan di sana itu ada selisih cukup besar," terangnya.
Berdasarkan perhitungan CORE, selisih data ekspor China ke Indonesia dengan produk yang tercatat masuk mencapai US$ 4,1 miliar sepanjang 2024 kemarin. Jumlah ini mengalami peningkatan yang cukup besar dibandingkan tahun sebelumnya yakni US$ 2,5 miliar.
Secara rinci, dugaan produk ilegal Tiongkok yang paling banyak masuk pasar domestik sepanjang 2024 kemarin adalah mesin dan peralatan mekanis dengan nilai mencapai US$ 2,1 juta. Disusul dengan produk barang dari besi dan baja senilai US$ 1,5 miliar, lalu produk perabotan (lampu dan alat rumah tangga) senilai US$ 0,6 miliar.
Kemudian masih ada juga produk berupa plastik dan barang dari plastik senilai US$ 0,6 miliar, produk kendaraan dan bagiannya sebesar US$ 0,4 miliar, produk besi dan baja sebesar US$ 0,4 miliar, dan masih banyak lagi, termasuk produk bahan bakar mineral senilai US$ 0,1 miliar.
"Jadi ada legal ada ilegal l, banyak masuk bersaing dengan produk-produk dalam negeri yang dia legal kan karena bayar pajak, terdaftar dan lain-lain. Jadi susah bersaingnya karena dari sisi harganya saja yang masuk secara legal itu sudah jauh lebih murah bisa separuh harganya, apalagi kalau ditambah lagi dengan barang-barang ilegal yang jauh lebih murah lagi," terangnya.
Selain merusak pasar dalam negeri, Faisal mengatakan produk-produk ilegal asal China ini tentu dapat merugikan negara dari sisi penerimaan pajak dan cukai. Bahkan nilai diperkirakan mencapai Rp 65,4 triliun.
"Masuknya barang illegal yang merugikan penerimaan negara dan mengganggu persaingan pasar domestik, Rp 65,4 triliun potensi kerugian negara. Diperlukan penguatan pengawasan, dan perbaikan pencatatan perdagangan," jelas Faisal.
Tonton juga video "Menyoroti Permasalahan Sampah Plastik Impor di Indonesia"
(igo/fdl)










































