Kesuksesan tidak selalu ditentukan oleh seberapa besar modal atau kemampuan yang dimiliki, namun dari seberapa baik memanfaatkan peluang yang dimilikinya. Banyak individu kelas menengah memiliki sumber daya dan peluang untuk maju secara signifikan, namun mendapati diri mereka terjebak dalam posisi yang sama dari tahun ke tahun.
Perbedaan antara mereka yang berhasil mencapai tingkat kesuksesan yang lebih tinggi dan mereka yang tetap stagnan seringkali terletak pada pola perilaku atau kebiasaan tertentu. Melansir New Trader U, berikut kebiasaan-kebiasaan yang dapat menghambat kelas menengah makin kaya:
1. Gaya Hidup Semakin Mahal
Perilaku yang paling umum membuat kelas menengah makin tajir adala 'inflasi' gaya hidup, di mana pengeluaran sehari-hari secara otomatis meningkat saat memiliki kenaikan pendapatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketika mereka menerima kenaikan gaji, alih-alih menyimpan selisihnya, mereka justru meningkatkan gaya hidup mereka. Hal ini menciptakan siklus di mana pendapatan yang lebih tinggi tidak menjamin keamanan finansial atau kapasitas investasi yang lebih besar.
Akibatnya, tidak ada modal yang tersedia untuk peluang investasi, dana darurat, atau fleksibilitas finansial yang dibutuhkan untuk mengambil risiko terukur yang dapat mempercepat pertumbuhan.
2. Takut Ambil Risiko
Meskipun stabilitas kelas menengah kerap memberikan 'rasa aman', menghindari risiko kehilangan uang yang berlebihan dapat menjadi pembatas untuk melangkah ke depan. Hal ini dapat terlihat dari beberapa perilaku seperti bertahan dalam pekerjaan yang tidak menjanjikan, menghindari buka usaha, atau menolak berinvestasi karena takut akan potensi kerugian.
Di sisi lain, orang-orang sukses cenderung mengevaluasi dan mengelola risiko alih-alih menghindar sepenuhnya, karena mereka memahami bahwa imbalan yang signifikan jarang datang tanpa adanya ketidakpastian. Semakin tinggi risikonya, semakin besar juga keuntungan yang bisa diambil.
Namun tentu risiko yang diperhitungkan harus melibatkan riset menyeluruh, rencana cadangan, pemahaman yang jelas tentang potensi hasil, dan kemampuan diri sendiri.
3. Lebih Senang Belanja daripada Investasi
Perbedaan mendasar antara membangun kekayaan dan hanya bisa hidup pas-pasan terletak pada bagaimana mengalokasikan uang yang dimilikinya. Banyak masyarakat kelas menengah malah fokus membeli barang-barang konsumsi yang nilainya menurun seiring waktu.
Sebut saja membeli mobil mewah, barang elektronik, liburan mahal, dan lain lainnya yang memberikan kepuasan sementara tetapi tidak memberikan manfaat finansial jangka panjang. Sementara alokasi dana pendidikan untuk meningkatkan potensi penghasilan, atau investasi saham dan obligasi malah kurang dilirik.
Individu yang sukses biasanya mendanai aktivitas membangun aset mereka terlebih dahulu, baru kemudian mengalokasikan sisa sumber daya untuk konsumsi. Bukan sebaliknya.
4. Berhenti Belajar dan Mengembangkan Keterampilan Baru
Stagnasi karier seringkali disebabkan oleh stagnasi keterampilan. Dalam industri yang berkembang terus pesat, kompetensi yang dibutuhkan untuk mengisi posisi tertentu lima tahun lalu mungkin tidak lagi memadai untuk kemajuan saat ini.
Sayang, tak sedikit orang merasa nyaman dengan keahlian mereka saat ini dan malah berhenti secara aktif mengembangkan kemampuan baru. Alhasil mereka tertahan di posisi yang sama selama bertahun-tahun karena tidak memiliki kelebihan untuk 'naik kelas'.
Pembelajaran berkelanjutan yang dimaksud bisa mencakup mengikuti perkembangan tren industri, mengembangkan kemampuan kepemimpinan, mempelajari teknologi baru, dan memperoleh keterampilan yang meningkatkan daya jual.
5. Pola Pikir Selalu Kurang
Pola pikir kelangkaan atau selalu kurang menganggap sumber daya, peluang, dan kesuksesan pada dasarnya terbatas. Orang-orang dengan perspektif ini berfokus pada kekurangan mereka alih-alih melihat setiap kemungkinan, seringkali percaya bahwa kesuksesan orang lain mengurangi peluang mereka untuk meraih kesuksesan dalam hidup.
Kerangka psikologis ini sangat membatasi diri untuk peluang dan ambisi menetapkan tujuan. Misalkan saja saat orang lain sudah bergerak di bidang usaha A, meski memiliki sumber daya yang dibutuhkan untuk usaha tersebut, alih-alih bersaing dirinya hanya melihat bahwa sudah ada pemain di pasar itu dan memilih untuk menghindar.
Ini bukan berarti bersikap tidak realistis dalam menghadapi tantangan, melainkan menghadapi masalah dengan rasa ingin tahu akan solusinya, alih-alih pasrah akan keterbatasan.
6. Memilih Kenyamanan dan Rutinitas daripada Pertumbuhan
Meskipun stabilitas memberikan rasa aman dan nyaman secara psikologis, terlalu lama berada di zona nyaman seringkali menjadi salah satu penghambat utama untuk terus berkembang.
Sebab untuk bisa berkembang biasanya dibutuhkan langkah ke wilayah yang belum dikenal, baik dengan mengambil tanggung jawab baru, mempelajari keterampilan yang menantang, atau mengejar peluang yang tidak pasti. Individu yang sukses sering kali dengan sengaja memilih untuk keluar dari zona aman itu demi tujuan jangka panjang, memahami bahwa ketidakpastian sesaat dapat mengarah pada perbaikan finansial secara permanen.
7. Salah Pilih Tolok Ukur
Banyak individu kelas menengah mengukur kemajuan atau kesuksesan mereka dengan membandingkannya dengan tetangga atau rekan kerja mereka yang berada pada tahap kehidupan yang sama, alih-alih mempelajari orang-orang yang telah mencapai kesuksesan yang mereka inginkan. Hal ini menciptakan standar yang terlalu rendah dan dapat membuat hasil yang biasa-biasa saja terasa dapat diterima.
Orang-orang sukses mempelajari orang-orang yang telah mencapai apa yang ingin mereka capai, menganalisis strategi, pola pikir, dan perilaku yang memungkinkan keberhasilan tersebut. Ketika kelompok sebaya memiliki keterbatasan yang sama, mereka secara tidak sengaja dapat saling memperkuat pemikiran mereka yang terbatas tentang apa yang mungkin.
8. Lebih Suka Cari Alasan daripada Bertanggung Jawab
Menyalahkan keadaan, orang lain, atau nasib buruk atas hasil pribadi alih-alih berfokus pada faktor-faktor yang dapat dikendalikan menjadi salah satu perilaku yang dapat menghambat perkembangan diri.
Dalam bekerja atau berusaha pasti akan ada hambatan, mencari-cari alasan sering kali menjadi mekanisme pertahanan psikologis yang mencegah perilaku untuk memecahkan masalah yang diperlukan untuk kemajuan.
Mengambil tanggung jawab berarti memfokuskan energi pada faktor-faktor yang berada dalam kendali pribadi, alih-alih terpaku pada keterbatasan eksternal. Pergeseran fokus ini mengungkap langkah-langkah yang dapat ditindaklanjuti dan membuka solusi kreatif yang pada akhirnya mengatasi hambatan awal.
9. Tidak Memiliki Visi dan Tujuan Jangka Panjang yang Jelas
Keputusan sehari-hari cenderung reaktif alih-alih strategis tanpa tujuan yang spesifik dan terukur. Banyak orang memiliki keinginan samar untuk perbaikan kondiri finansial tetapi tidak memiliki tujuan dan jadwal konkret yang memungkinkan kemajuan sistematis.
Visi yang jelas menyediakan kerangka kerja untuk mengevaluasi peluang dan membuat kompromi. Ketika tujuan jangka panjang terdefinisi dengan baik, akan lebih mudah untuk membedakan antara aktivitas yang memajukan tujuan dan gangguan yang tidak.
Kejelasan ini memungkinkan perencanaan yang lebih baik, alokasi sumber daya, dan upaya berkelanjutan yang diperlukan untuk pencapaian yang signifikan.
10. Berteman dengan Mereka yang Ogah Sukses
Lingkungan sosial sangat memengaruhi perilaku dan aspirasi individu. Ketika orang-orang terdekat seseorang memiliki kecenderungan mencari kenyamanan dan ambisi yang terbatas, norma-norma tersebut akan diperkuat melalui interaksi sehari-hari.
Hubungan percakapan sehari-hari yang lebih berfokus pada kendala daripada kemungkinan, dan upaya untuk berkembang mungkin ditanggapi dengan skeptisisme.
Individu yang sukses seringkali secara sengaja mencari bimbingan, bergabung dengan organisasi profesional, atau membangun hubungan dengan orang-orang yang menantang pemikiran mereka dan mencontohkan standar yang lebih tinggi.
Hal ini tidak berarti meninggalkan pertemanan yang sudah ada, melainkan memperluas lingkaran sosial untuk mencakup orang-orang yang menginspirasi pertumbuhan, alih-alih memperkuat keterbatasan.
(igo/fdl)










































