Wakaf Produktif untuk Ketahanan Pangan dan Program MBG

Kolom

Wakaf Produktif untuk Ketahanan Pangan dan Program MBG

Muhibuddin - detikFinance
Selasa, 18 Nov 2025 14:27 WIB
Alms, Savings, Piggy Bank, Finance, Banking
Ilustrasi/Foto: Getty Images/iStockphoto/sefa ozel
Jakarta -

Program nasional Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah langkah besar pemerintah memastikan masyarakat, terutama anak sekolah, ibu hamil, dan kelompok rentan, dapat mengakses makanan sehat dan berkualitas. MBG bukan sekadar program bantuan, tetapi strategi negara untuk memperkuat ketahanan pangan, menjaga rantai pasok, dan memperbaiki gizi dalam jangka panjang.

Namun, program sebesar ini memerlukan fondasi yang lebih kuat dari sekadar anggaran negara. Ia membutuhkan sumber energi ekonomi baru yang lahir dari partisipasi publik.

Di sinilah wakaf produktif menemukan relevansinya. Selama ini, wakaf sering dipersepsikan secara sempit sebagai pembangunan masjid, madrasah, atau fasilitas sosial lainnya. Padahal dalam tradisi Islam, wakaf adalah mesin ekonomi umat yang menggerakkan kebun, pasar, lahan pertanian, dan aset produktif lainnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Melalui wakaf, kesejahteraan publik diciptakan secara berkelanjutan tanpa mengurangi pokok harta yang diwakafkan. Konsep ini sangat sesuai dengan kebutuhan modern, terutama ketika negara menghadapi tantangan ketahanan pangan global, perubahan iklim, dan harga pangan yang tidak stabil.

ADVERTISEMENT

Kementerian Agama beberapa tahun terakhir mendorong model wakaf produktif temporer-skema di mana wakif dapat menentukan jangka waktu tertentu, misalnya dua atau tiga tahun. Pokok wakaf dikelola secara produktif dan kembali kepada wakif setelah masa akad selesai, sedangkan hasilnya dimanfaatkan untuk program sosial.

Skema ini membuka ruang bagi generasi muda dan kelas menengah untuk beramal secara terukur, sembari tetap mempertahankan stabilitas finansial mereka. Model ini semakin menarik karena sudah memiliki berbagai contoh nyata yang berhasil di sektor pangan. Salah satu yang menonjol adalah pengembangan budi daya pisang Cavendish berbasis wakaf produktif.

Kebun Cavendish yang dikelola masyarakat bersama lembaga nazir telah terbukti memberikan hasil panen stabil, risiko rendah, siklus tanam cepat, dan potensi imbal hasil sekitar 6% hingga 12% per tahun. Dalam banyak kasus, panen pertama sudah menutup modal tanam, sementara panen kedua dan seterusnya menjadi sumber manfaat untuk program sosial.

Model ini sangat ideal untuk mendukung suplai pangan dalam program MBG, karena pisang merupakan komoditas bergizi, mudah diserap pasar, dan dapat diproduksi dalam skala kecil maupun besar.

Wakaf Produktif di Sektor Pangan

Selain Cavendish, beberapa daerah juga menunjukkan keberhasilan inkubasi wakaf produktif di sektor pangan. Di Mijen, Semarang, kebun hortikultura berbasis wakaf berhasil menghidupkan lahan tidur menjadi sentra produksi sayuran organik yang dekat dengan konsumen dan dapat diarahkan untuk suplai pangan sehat bagi sekolah-sekolah.

Di Gunungkidul, kebun melon produktif yang dikelola melalui mekanisme wakaf memperlihatkan bagaimana lahan kritis sekalipun dapat diubah menjadi sumber ekonomi dan pangan yang bernilai tinggi. Model seperti ini tidak hanya meningkatkan pendapatan petani, tetapi juga memperkuat ketahanan pangan lokal karena hasilnya diproduksi dan didistribusikan di wilayah yang sama.

Seluruh contoh tersebut menunjukkan pola yang serupa: wakaf produktif tidak hanya memberdayakan petani, tetapi juga menciptakan suplai pangan yang stabil, berkualitas, dan dekat dengan konsumen. Jika model-model ini dibiakkan di berbagai wilayah, sekolah-sekolah penerima MBG dapat memperoleh suplai sayur, buah, telur, atau pangan lainnya dari kebun wakaf di sekitar mereka.

Nilai tambah produksi kembali kepada masyarakat, sementara petani mendapatkan kepastian pasar tanpa ketergantungan pada tengkulak. Dengan cara ini, ketahanan pangan dibangun dari bawah, bukan hanya dari pusat.

Untuk itu, tata kelola menjadi faktor yang sangat menentukan. Nazir harus profesional dan mampu mengelola aset wakaf dengan pendekatan bisnis modern, tanpa meninggalkan prinsip syariah. Setiap proyek memerlukan perencanaan yang matang, mulai dari studi kelayakan, manajemen risiko, hingga pelaporan yang transparan.

Di titik inilah Kementerian Agama memperkuat regulasi, standardisasi, sertifikasi nazir, dan pendampingan kelembagaan agar wakaf produktif dapat berkembang dalam skala lebih besar.

Program MBG adalah momentum emas untuk membangkitkan ekosistem wakaf produktif di sektor pangan. Indonesia membutuhkan lebih banyak lahan yang ditanami, lebih banyak petani yang diberdayakan, dan lebih banyak model ekonomi sosial yang inovatif. Wakaf produktif mampu menjembatani kebutuhan pangan nasional dengan partisipasi publik yang terukur dan berkelanjutan.

Pertanyaannya kini bukan lagi apakah wakaf dapat berperan dalam ketahanan pangan dan mendukung MBG, tetapi kapan kita menjadikannya sebagai salah satu pilar strategis. Jika kita memanfaatkan momentum ini, wakaf produktif dapat menjadi fondasi penting bagi masa depan gizi bangsa, kemandirian pangan nasional, dan pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan.

Muhibuddin
Kasubdit Bina Kelembagaan & Kerjasama Zakat dan Wakaf, Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, Kementerian Agama RI

Simak juga Video 'Ragam Reaksi soal Komentar Waka DPR RI Cucun 'Tak Perlu Ahli Gizi'':

Halaman 2 dari 2
(ara/ara)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads