Persaingan AI Memanas, China-AS Diminta Kembali ke Meja Dialog

Persaingan AI Memanas, China-AS Diminta Kembali ke Meja Dialog

Retno Ayuningrum - detikFinance
Rabu, 19 Nov 2025 08:16 WIB
Businesswomen leverage artificial intelligence to analyze market data to identify target audiences and business growth trends, crafting effective marketing strategies and gaining a competitive edge.
Ilustrasi AI - Foto: Getty Images/Prae_Studio
Jakarta -

Amerika Serikat (AS) dan China dinilai harus membatasi penggunaan kecerdasan buatan (AI), termasuk di sektor pertahanan. Para pakar menilai upaya ini dapat meredam persaingan kedua negara tersebut dalam transformasi AI sekaligus membuka ruang dialog.

Pernyataan itu muncul saat AI semakin banyak digunakan di sektor pertahanan, termasuk sistem persenjataan. Hal ini memunculkan kekhawatiran serius soal etika dan akuntabilitas, hingga meningkatkan persaingan AI antara AS dan China.

Peneliti di Pusat Keamanan Internasional dan Strategi Universitas Tsinghua, Sun Chenghao mengatakan regulasi AI di bidang militer dapat menjadi titik temu baru bagi AS dan China. Menurutnya, kerja sama terkait tata kelola AI global dapat membuka ruang kolaborasi, meski tensi kedua negara masih tinggi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Keterlibatan aktif negara-negara besar dalam tata kelola adalah dasar bagi negara-negara Global South untuk ikut berpartisipasi. Namun, ketegangan antara China dan AS, dua negara yang memimpin pengembangan AI membuat kerja sama tata kelola AI yang efektif menjadi sulit secara logika," ujarnya dikutip dari SCMP, Rabu (19/11/2025).

ADVERTISEMENT

Anggota Komite Akademik di Pusat Keamanan Internasional dan Strategi (CISS) Universitas Tsinghua, Zhang Tuosheng mendesak AS dan China untuk segera melanjutkan dialog antar pemerintah terkait AI, termasuk membahas penggunaan perangkat militer berbasis kecerdasan buatan. Zhang menilai kedua negara harus menjalankan kesepakatan penting yang disampaikan para pemimpin masing-masing tahun lalu.

China dan AS sebelumnya telah melakukan pertemuan pertama terkait dialog AI pada Mei tahun lalu yang membahas risiko dan mitigasinya. Namun hingga kini belum ada pertemuan lanjutan.

Pada pertemuan di Lima, Peru, Presiden China Xi Jinping dan Presiden AS saat itu, Joe Biden, sepakat bahwa keputusan pemakaian nuklir harus tetap melibatkan manusia, bukan AI.

Meski demikian, perbedaan pandangan kedua negara masih mencolok. China sebelumnya menolak menandatangani pakta non-mengikat terkait penggunaan AI secara bertanggung jawab di sektor militer pada KTT Seoul, September 2024. Di sisi lain, AS terus memperketat ekspor teknologi, termasuk chip AI kelas atas karena khawatir digunakan untuk memperkuat militer China.

(kil/kil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads