Apa Kabar Rencana Pungutan Ekspor Kelapa?

Apa Kabar Rencana Pungutan Ekspor Kelapa?

Aulia Damayanti - detikFinance
Jumat, 28 Nov 2025 15:46 WIB
Buah kelapa muda berwarna hijau. dikhy sasra/ilustrasi/detikfoto
Ilustrasi/Foto: dikhy sasra
Jakarta -

Pemerintah belum membahas lagi kebijakan pungutan ekspor (PE) kelapa bulat. Kebijakan itu sebelumnya direncanakan untuk mengendalikan ekspor kelapa bulat karena membuat stok di dalam negeri menipis dan harga meningkat.

Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan sampai saat ini terkait rencana kebijakan PE untuk kelapa sawit belum dibahas lagi. Ia menunggu arahan dari Kementerian Koordinator Bidang Pangan.

"Waktu kan ini ya memang keputusan di melalui rakor di Kemenko, sampai sekarang belum ada. Iya (menunggu arahan Kemenko Pangan) tetapi sampai sekarang belum ada," kata dia di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Jumat (27/11/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Budi mengatakan, ketika harga kelapa bulat mahal, maka akan menguntungkan petani. Dia juga meyakini saat ini stok kelapa masih aman, tidak terjadi kelangkaan.

ADVERTISEMENT

"Sekarang itu memang harga kelapa bagus, harga kelapa ekspor ya. Kan kita juga harus memikirkan juga kepentingan petani. Ya selama ini baru kali ini harga kelapa itu bagus. Artinya petani baru menikmatikannya (keuntungan) sekarang, sebelumnya nggak pernah," terangnya.

Dalam catatan detikcom pada Mei 2025, Budi pernah mengatakan PE untuk mengatur ekspor kelapa bulat akan ditetapkan pekan yang sama saat itu. Rapat pembahasan penerbitan PE ini dipastikan akan dilaksanakan.

"Minggu ini ya, minggu ini untuk menetapkan yang PE. Jadi kita pakai mekanisme PE dulu, Pungutan Ekspor. Tadi sudah ada suratnya, saya lupa tanggalnya, harusnya minggu kemarin," kata dia di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin (19/5/2025).

Budi menjelaskan, PE akan diterbitkan sebagai langkah menyeimbangkan antara ekspor dan kebutuhan dalam negeri. Ia mengakui banyak keluhan terkait banyaknya kelapa bulat yang ekspor, sehingga pasokan dalam negeri menipis.

"Jadi kan petani lebih baik ekspor kan karena harganya bagus. Nah kita kan harus menyeimbangkan antara kebutuhan dalam negeri dan ekspor. Jangan sampai juga pasar di dalam negeri, kebutuhan para industri juga jangan sampai terganggu," terangnya.

(ada/ara)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads