Bencana banjir bandang dan longsor melanda Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan Sumatera Barat (Sumbar) memakan korban jiwa. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), tercatat 631 korban meninggal dengan 472 jiwa korban hilang hingga Selasa (2/12), yang dilihat pukul 10.01 WIB.
Bencana alam yang melanda tiga provinsi disinyalir terjadi akibat kondisi lereng dengan tingkat kerentanan yang tinggi sehingga berkontribusi pada kelongsoran lereng saat curah hujan tinggi. Selain itu, banjir bandang yang terjadi juga disebut terjadi karena menurunnya tingkat vegetasi di kawasan lereng yang meningkatkan aliran air dalam tanah saat hujan.
Terkait hal tersebut, Persatuan Insinyur Indonesia (PII) menyarankan empat langkah mitigasi untuk menekan risiko terjadinya bencana serupa di kawasan permukiman di lereng. Pertama, terasering pada lereng sedang hingga curam yang meminimalkan tambahan beban bangunan pada lereng.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua, meminimalkan pembangunan pemukiman di atas, pada, dan di bawah lereng sedang hingga terjal. Ketiga, tidak membangun permukiman di bantaran sungai. Keempat, menanam tanaman keras berakar kuat dan dalam pada lahan dengan lereng sedang hingga terjal.
"Guna menghindari terlanda bencana longsor, masyarakat bisa mengenali tanda-tanda secara dini, antara lain bila tampak tanaman yang biasanya secara seragam tegak, namun terjadi perubahan, miring atau condong ke arah tertentu. Tiang listrik yang biasanya tegak, teramati berubah miring atau condong ke arah tertentu," ungkap Anggota Bidang Kebencanaan dan Perubahan Ikim (BKPI) PII, Surono dalam keterangan tertulis, Selasa (2/12/2025).
Kemudian jika terjadi retakan tanah memanjang, Surono mengimbau masyarakat untuk segera menutupnya dengan tanah dan dipadatkan agar air hujan tidak masuk ke dalam tanah. Namun, jika muncul retakan baru dan bertambah panjang, ia mengimbau masyarakat untuk mengungsi.
Kemudian untuk banjir bandang, terang Surono, masyarakat yang tinggal di lembah atau di bawah bukit, tanda-tanda bencana dapat dilihat dari aliran sungai. Jika air yang mengalir biasanya jernih namun tiba-tiba keruh, hindari kawasan bantaran sungai tersebut.
Kemudian jika terdapat bendung alam, seperti kayu yang melintang terdapat banyak tumpukan sampah alami seperti daun dan ranting, atau bendung alam dari batuan atau lumpur, segera lakukan pembedahan bendung alam tersebut.
"Bila debit aliran air semakin besar dan semakin keruh, lakukan pengungsian dengan menjauhi aliran Sungai," jelasnya.
3 Pendekatan Penanggulangan Bencana Alam
Ketua BKPI PII, I Wayan Sengara merekomendasikan tiga pendekatan mengurangi risiko bencana alam. Pertama, berbasis alam. Kedua, rekayasa dan struktural. Ketiga, kebijakan, tata kelola, dan keterlibatan masyarakat.
Pendekatan solusi berbasis alam berupa reboisasi dan konservasi hutan untuk meningkatkan penyerapan air serta memperlambat aliran air permukaan. Selain itu, perlu juga melakukan pemulihan hutan dan vegetasi di tepian sungai dan lereng.
"Selain itu melestarikan dan memulihkan hutan dan vegetasi alami di sepanjang tepian sungai dan lereng bukit untuk mengurangi erosi dan membantu mengelola aliran air, bertindak sebagai penyangga alami terhadap banjir dan tanah longsor," jelasnya.
Penghijauan juga diperlukan untuk wilayah perkotaan dengan mengadopsi infrastruktur hijau dan penanaman strategis seperti atap hijau untuk membantu mengelola air hujan. Dengan begitu, curah hujan yang tinggi dapat berupa reboisasi dan konservasi hutan untuk meningkatkan penyerapan air.
Sementara untuk solusi kedua, terang Wayan, dilakukan dengan menambahkan pembangunan infrastruktur fisik berupa stabilisasi lereng seperti dinding penahan tanah di kawasan permukiman, penambahan sistem drainase, dan pembangunan infrastruktur pengendali banjir.
Sementara pendekatan solusi ketiga, mencakup kebijakan, tata kelola, dan keterlibatan masyarakat yang meliputi penataan ulang kawasan berbasis bahaya banjir. Perencanaan harus didasarkan hasil kajian risiko yang mendalam.
"Perencanaan didasarkan pada zonasi tata guna lahan hasil kajian risiko yang telah mempertimbangkan hazard, kerentanan dan tingkat risiko yang ada. Strategi umumnya adalah berupa pembatasan dan pencegahan pembangunan di dataran risiko tinggi longsor dan banjir," pungkasnya.
Simak juga Video: Komisi V DPR Soroti Penyebab Bencana di Sumatera Akibat Kerusakan Alam











































