Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa membutuhkan sekitar Rp 45 miliar untuk mengembangkan sistem kecerdasan buatan (AI) dalam pengawasan di pelabuhan yang dilayani Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Hal ini diperlukan untuk menyasar seluruh Indonesia.
"Untuk ke depan, untuk pengembangan lebih dalam lagi supaya lebih canggih di seluruh Indonesia, kita perkirakan kita perlu investasi sekitar Rp 45 miliar lagi untuk mengembangkan sistem IT-nya," kata Purbaya di Seal Point Terminal 3 Peti Kemas Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (12/12/2025).
Saat ini Bea Cukai sedang mengembangkan inovasi digital berupa alat pemindai peti kemas (X-Ray), Self Service Report Mobile (SSR-Mobile) dan Trade AI. Pengembangan ini diyakini akan menekan penyelundupan karena memperkuat transparansi dan keamanan arus barang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alat pemindai canggih tersebut telah diberlakukan di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Pelabuhan Tanjung Emas Semarang dan Pelabuhan Belawan di Medan. Jumlah pelabuhan yang terpasang dipastikan akan terus bertambah sesuai dengan skala ekonominya.
Purbaya menuturkan, sejauh ini inovasi tersebut masih menggunakan sumber daya yang ada. Meski begitu, ke depan ia ingin ada pengembangan sistem lanjutan untuk mengoptimalkan keberhasilan dalam memperkuat penerimaan negara dari sisi pengawasan kepabeanan.
"Trade AI itu software-nya dikembangkan secara internal. Jadi nggak ada investasi yang terlalu besar sampai sekarang. Kita pakai resources yang ada, hardware yang ada, software yang ada, ya paling saya bayar gaji yang biasa," tuturnya.
Sebagai informasi, alat pemindai Bea Cukai yang baru dilengkapi dengan fitur radiation portal monitor (RPM). Fitur ini memungkinkan alat pemindai mendeteksi bahan nuklir serta zat radioaktif dalam kontainer, serta melakukan pemeriksaan lebih cepat dan diklaim akurat tanpa membuka fisik peti kemas.
Selain pemindai peti kemas, Bea Cukai juga mengenalkan fitur pelaporan mandiri berbasis aplikasi CEISA 4.0 Mobile bernama Self Service Report Mobile (SSR- Mobile). Aplikasi ini dilengkapi beragam fitur seperti geotagging, pencatatan real-time, serta integrasi AI untuk memantau aktivitas pemasukan dan pengeluaran barang di lokasi fasilitas kepabeanan seperti TPB, KITE, FTZ dan KEK.
Melalui SSR-Mobile, perusahaan dapat melakukan gate in, stuffing, pembongkaran, hingga gate out secara mandiri, sementara sistem AI melakukan analisis risiko otomatis. Setelah itu, pejabat Bea Cukai dapat menindaklanjuti melalui pemeriksaan dokumen atau fisik jika diperlukan.
Sementara itu, trade AI dirancang untuk meningkatkan ketepatan analisis impor, serta mencegah adanya manipulasi nilai transaksi. Teknologi ini dirancang untuk pendeteksian dini praktik under-invoicing, over-invoicing dan potensi pencucian uang berbasis perdagangan yang berpotensi menggerus penerimaan negara.
Dalam pengembangannya, Trade AI dilengkapi kemampuan analisis nilai pabean, klasifikasi barang, validasi dokumen, verifikasi asal barang, serta memberikan rekomendasi profil risiko importir. Seluruh fungsi ini nantinya akan terintegrasi dengan sistem CEISA 4.0 sehingga memperkuat koordinasi dan pengambilan keputusan di berbagai lini pengawasan.
Lihat juga Video: Menkeu Pamer Alat Pemindai Baru Pelabuhan: Bikin Penyelundup Degdegan











































