Buruh Tolak Aturan Pengupahan Baru, Ngotot UMP 2026 Naik Minimal 6,5%

Buruh Tolak Aturan Pengupahan Baru, Ngotot UMP 2026 Naik Minimal 6,5%

Ilyas Fadilah - detikFinance
Selasa, 16 Des 2025 13:17 WIB
Buruh Tolak Aturan Pengupahan Baru, Ngotot UMP 2026 Naik Minimal 6,5%
Presiden KSPI sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal/Foto: Pradita Utama
Jakarta -

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama Koalisi Serikat Pekerja-Partai Buruh (KSP-PB) memperoleh informasi bahwa pemerintah akan mengumumkan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 hari ini.

KSPI menolak Peraturan Pemerintah (PP) Pengupahan yang akan dijadikan dasar penetapan UMP 2026. Presiden KSPI sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menegaskan bahwa buruh menolak PP Pengupahan jika benar aturan tersebut sudah ditandatangani dan akan dipaksakan menjadi rujukan utama.

"KSPI menolak PP Pengupahan kalau benar peraturan pemerintah tersebut sudah ditandatangani. Ini aturan yang akan mengikat jutaan buruh dan bisa berlaku hingga puluhan tahun, tapi tidak pernah dibahas secara mendalam bersama serikat pekerja," kata Said Iqbal dalam keterangan tertulis, Selasa (16/12/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Said Iqbal menjelaskan, terdapat alasan mendasar mengapa PP ini harus ditolak. Pertama, PP Pengupahan disusun tanpa pembahasan yang layak dengan serikat pekerja. Diskusi substansial di Dewan Pengupahan, menurut KSPI, hanya terjadi sekali, yakni pada 3 November 2025. Padahal PP Pengupahan bukan aturan jangka pendek.

"Pembahasan di Dewan Pengupahan cuma sekali. Padahal PP bisa berlaku lama, bahkan bisa sampai 10 tahun. Ini bukan sekadar angka, ini soal hidup buruh dan keluarganya," tegas Said Iqbal.

ADVERTISEMENT

Kedua, PP Pengupahan dinilai membahayakan prinsip kebutuhan hidup layak. Di dalam PP tersebut terdapat pengaturan definisi dan mekanisme yang berpotensi membuat daerah tertentu, yang dianggap sudah melewati batas atas, tidak mengalami kenaikan upah, sementara harga kebutuhan pokok tetap naik.

Ketiga, Said Iqbal menekankan bahwa Putusan MK Nomor 168/PUU-XXI/2023 telah menegaskan prinsip dasar: kenaikan upah minimum harus berbasis inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu yang adil, bukan indeks yang justru mengunci kenaikan agar tetap rendah.

KSPI menyoroti indeks tertentu 0,3 hingga 0,8. Bila pemerintah memakai indeks terendah (0,3), maka kenaikan upah minimum akan jatuh pada angka yang sangat kecil, hanya 4,3%.Said Iqbal menilai angka ini mencerminkan politik pengupahan murah.

"Kalau indeks 0,3 dipakai, kenaikan bisa hanya sekitar 4,3%. Itu terlalu kecil. Ini mengembalikan upah murah," tegasnya.

Ia mempertanyakan apakah Presiden Prabowo Subianto menyadari konsekuensi sosial dari kebijakan tersebut. "Apakah Presiden sudah tahu jika kebijakan ini menyebabkan upah murah? Buruh diminta produktif, tapi upah ditahan serendah mungkin," ujar Said Iqbal.

4 Opsi Tuntutan Kenaikan UMP 2026:

1. Kenaikan 6,5% (minimal sama seperti tahun lalu)
2. Kenaikan 6%-7% sebagai rentang moderat yang tetap menjaga daya beli buruh
3. Kenaikan 6,5%-6,8% sebagai opsi kompromi yang realistis dan terukur
4. Kenaikan dengan indeks tertentu 0,7-0,9, bukan 0,3-0,8

"Empat opsi ini jelas, intinya buruh menolak kenaikan yang jatuh di kisaran 4%. Minimal harus setara bahkan lebih baik dari tahun sebelumnya, dan indeks tertentu harus dinaikkan ke 0,7 sampai 0,9," kata Said Iqbal.

Said Iqbal mengaku mendapat informasi, bahwa puluhan ribu buruh dari Jakarta, Jawa Barat, dan Banten akan melakukan aksi di Istana pada Jumat, 19 Desember 2025. Aksi serupa akan digelar serentak di berbagai provinsi di Jawa dan Sumatera.

"Aksi ini untuk menyuarakan penolakan terhadap RPP Pengupahan dan penetapan umum minimum yang tidak sesuai harapan buruh," tutupnya.

Simak juga Video: Menaker: Draft UMP 2026 Sudah di Meja Prabowo dan Tinggal Diteken

(ily/ara)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads