Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menerima 851 pengaduan dengan total nilai kerugian mencapai Rp 438,3 miliar. Sektor jasa keuangan hingga pariwisata dan ekonomi kreatif, termasuk konser musik paling banyak aduan dari konsumen.
"Nah kalau tahun lalu kan (sekitar) 1.800 (aduan). Tahun ini ada 851 (aduan). Potensi kerugian konsumen di tahun ini ada di angka Rp 438,3 miliar, yaitu yang masuk ke kami nilai kerugiannya," ujar Ketua Advokasi BPKN Fitrah Bukhari dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (16/12/2025).
Dari total kerugian itu, dana yang baru bisa dikembalikan Rp 23 miliar. Pasalnya, ada beberapa kasus aduan yang masih berjalan, mulai dari proses klarifikasi, verifikasi, hingga pertemuan para pihak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, sepanjang 2023 hingga 2025, BPKN telah menerima 3.582 aduan. Fitrah menyebut sektor terbesar yang diadukan konsumen yakni, sektor jasa keuangan.
Di sektor jasa keuangan ada 1.047 aduan pada periode 2023-2025. Disusul jasa pariwisata dan ekonomi kreatif sebanyak 616 aduan. Lalu, sebanyak 549 aduan di sektor perumahan. Selanjutnya, sektor Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) ada 515 aduan.
Tren pengaduan konsumen di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif, terutama konser musik terus meningkat. Pada 2024, kerugian konsumen di konser mencapai Rp 30 miliar. Sementara di 2025, kerugiannya mencapai Rp 407 juta.
"Kalau nilai kerugiannya di konser, tahun ini ada Rp 407 juta. Kalau di tahun lalu itu ada Rp 30-an miliar, karena ada konser yang bener-bener batal," kata Fitrah.
Tren aduan konsumen yang meningkat ini tak lepas dari banyak oknum promotor yang memanfaatkan kecintaan para fans. Bahkan, menurutnya, banyak konser-konser di daerah batal terselenggara, termasuk di Gorontalo.
Contoh Kasus
Beberapa kasus yang mencuat di antaranya adalah pembatalan fan meeting artis Korea hingga masalah teknis dalam penyelenggaraan konser grup band, seperti DAY6 atau BTOB. Salah satu pihak yang paling banyak diadukan terkait hal ini, yakni Harmony Entertainment.
"Bahkan yang kami di daerah itu juga banyak konser yang batal gitu, saya kemarin ke Gorontalo menemukan ada konser yang batal. Ada beberapa konser yang batal, tapi tidak mengadu kami, dan pada akhirnya ini kan keliatan nih. Oh ternyata konsumen konser ini masih nggak terlindungi karena emang regulasinya belum ada," tambah ia.
Menurut Fitrah, salah satu akar masalah carut-marutnya bisnis ini, yakni kategori izin usaha yang masih rendah bagi promotor. Saat ini, izin penyelenggara acara dinilai terlalu mudah didapat tanpa standardisasi yang ketat.
"Akhirnya membuka kotak pandora tentang penyelenggaraan konser bahwa izin usahanya, izin usaha di kategori rendah. Lalu tidak adanya standardisasi refund lalu juga perlindungan konsumen konser juga masih lemah, pindah venue dan lain-lain banyak soal. Belum lagi kita bicara soal merchandise," terangnya.
Melihat kondisi ini, BPKN mendesak pemerintah dalam hal ini, Kementerian Pariwisata dan Kementerian Ekonomi Kreatif untuk segera merampungkan Peraturan Menteri (Permen) turunan dari Undang-Undang Pariwisata yang baru disahkan. BPKN mendorong agar regulasi tersebut memuat poin-poin perlindungan konsumen yang tegas, seperti standardisasi promotor, mekanisme refund, hingga unsur perlindungan konsumen.
"Permen itu kami inginkan atau kami dorong supaya ada unsur perlindungan konsumennya, dan ada mekanisme standardisasi promotor dan refund-nya di situ, ada ada unsur-unsur perlindungan konsumen yang perlu di-address di dalam peraturan menteri," imbuh Fitrah.
Simak juga Video Anggota Komisi VI DPR Nilai Acara Hiburan di RI Belum Terjamin











































