Sawah pesisir di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, makin sulit ditanami akibat intrusi air laut dan banjir rob. Kondisi ini membuat padi konvensional gagal tumbuh dan memicu penurunan pendapatan petani.
Masalah tersebut mendorong pemanfaatan teknologi padi biosalin yang dikembangkan melalui kolaborasi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), pemerintah daerah, serta kelompok tani. Program ini dijalankan melalui skema tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) PGN.
Wilayah pesisir utara Jawa, termasuk Jepara, selama bertahun-tahun menghadapi peningkatan salinitas tanah akibat intrusi air laut. Dampaknya, banyak lahan pertanian menjadi lahan tidur karena gagal panen berulang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Teknologi padi biosalin diperkenalkan dalam kegiatan Farm Field Day (FFD) Hilirisasi Inovasi Teknologi Energi Mendukung Ketahanan Pangan di Jepara, Rabu (17/12). Program ini mencakup penyediaan benih dan pupuk, pendampingan budidaya hingga pascapanen, serta penguatan kapasitas petani. Penyiapan lahan juga melibatkan dukungan TNI dan Polri.
Wakil Bupati Jepara Muhammad Ibnu Hajar menilai program tersebut sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat dalam memperkuat ketahanan pangan nasional, khususnya di wilayah terdampak perubahan iklim.
"Kami mengapresiasi sinergi PGN dan BRIN dalam mendukung program utama Presiden RI terkait ketahanan pangan. Inovasi padi biosalin ini memanfaatkan lahan tidur pesisir yang selama ini gagal panen akibat intrusi air laut. Kami berharap program ini dapat meningkatkan perekonomian petani dan masyarakat, sekaligus menghadirkan solusi terintegrasi, termasuk solusi energi melalui pengelolaan sampah plastik," kata Ibnu Hajar.
Direktur Keuangan PGN Catur Dermawan mengatakan dukungan terhadap pengembangan padi biosalin merupakan bagian dari kontribusi perusahaan dalam program prioritas pemerintah.
"PGN memandang ketahanan pangan sebagai fondasi ketahanan nasional. Program padi biosalin ini tidak hanya berorientasi pada hasil panen, tetapi juga pada pemulihan produktivitas lahan yang terdampak intrusi air laut. Melalui kolaborasi dengan BRIN dan pemerintah daerah, kami ingin memastikan bahwa lahan pesisir kembali bernilai ekonomi dan petani memperoleh sumber penghidupan yang berkelanjutan," ujar Catur.
Di Jepara, program ini diawali dengan penanaman 400 kilogram benih padi biosalin di lahan seluas 5 hektare dan dikembangkan hingga 20 hektare. Sebelumnya, implementasi serupa telah dilakukan di pesisir utara Semarang dengan luas tanam mencapai 100 hektare.
Dari lahan tersebut, panen padi biosalin menghasilkan 116,95 ton gabah kering panen (GKP) dengan produktivitas rata-rata 5,85 ton per hektare.
"Data produktivitas ini menunjukkan bahwa lahan pesisir yang selama ini tidak bisa ditanami masih memiliki potensi besar jika didukung teknologi yang tepat. Inilah yang terus kami dorong melalui kolaborasi PGN, BRIN, dan pemerintah daerah," tutur Catur.
BRIN menempatkan pengembangan padi biosalin sebagai bagian dari strategi mitigasi dan pemulihan pascabencana lingkungan, khususnya di wilayah pesisir. Direktur Fasilitasi dan Pemantauan Riset dan Inovasi Daerah BRIN Wiwiek Joelijani mengatakan riset biosalin tidak hanya berfokus pada peningkatan produksi.
"Untuk menjamin keberlanjutan, hasil produksi padi biosalin tidak hanya diarahkan sebagai komoditas konsumsi, tetapi juga dikembangkan untuk produksi benih, guna mendorong kemandirian benih lokal dan memperkuat ekosistem pertanian berbasis inovasi. Kami juga telah menyiapkan berbagai Teknologi Tepat Guna sebagai bagian dari mitigasi dan post-recovery bencana, agar masyarakat dapat lebih cepat bangkit dan beradaptasi," jelas Wiwiek.
Selain pertanian, PGN juga memperkenalkan teknologi Petasol, pengolahan limbah plastik bernilai rendah menjadi bahan bakar minyak (BBM). Teknologi ini sebelumnya diterapkan di Karimunjawa dan kini diperkenalkan sebagai bagian dari pendekatan terpadu antara ketahanan pangan, pengelolaan lingkungan, dan transisi energi.
"Ke depan, PGN bersama BRIN dan pemerintah daerah berencana mereplikasi model kolaborasi ini di wilayah pesisir lain di Jawa Tengah. Salah satunya adalah rencana pengembangan di Kabupaten Batang pada 2026 dengan skala yang lebih luas, sebagai bagian dari upaya memperkuat ketahanan pangan nasional, mitigasi bencana lingkungan, dan ekonomi kerakyatan secara berkelanjutan," tutup Catur.
Tonton juga video "Usaha Petani Sumbar Selamatkan Sisa Panen Setelah Dihempas Banjir"
(igo/fdl)










































