Limbah Gonggong Disulap Jadi Penetral Tanah, Warga Tembesi Rasakan Dampaknya

Limbah Gonggong Disulap Jadi Penetral Tanah, Warga Tembesi Rasakan Dampaknya

Fadhly Fauzi Rachman - detikFinance
Kamis, 18 Des 2025 14:18 WIB
Limbah Gonggong Disulap Jadi Penetral Tanah, Warga Tembesi Rasakan Dampaknya
Foto: Dok. Istimewa
Jakarta -

Limbah cangkang gonggong yang sebelumnya terbuang kini dimanfaatkan warga Kelurahan Tembesi, Kecamatan Sagulung, Batam, sebagai penetral tanah pertanian yang bersifat asam. Inovasi ini membantu meningkatkan produktivitas lahan sekaligus menambah penghasilan masyarakat.

Program tersebut dijalankan melalui Program CSR PELITA Tembesi oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) sebagai Subholding Gas Pertamina melalui Offtake Stasiun Panaran Batam. Kegiatan difokuskan pada pengelolaan lingkungan, pemberdayaan ekonomi warga, dan penguatan kapasitas masyarakat.

"Program Pelita ini bertujuan tidak hanya meningkatkan kualitas lingkungan dan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga memperkuat kemandirian dan ketahanan sosial warga secara berkelanjutan," ujar Sekretaris Perusahaan PGN Fajriyah Usman.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

PGN menemukan persoalan utama pertanian warga Tembesi berasal dari kondisi tanah dengan pH rendah yang menghambat penyerapan unsur hara dan menekan hasil panen. Di sisi lain, wilayah ini memiliki limbah cangkang gonggong yang melimpah dan belum dimanfaatkan.

Limbah tersebut kemudian diolah menjadi bubuk berkalsium tinggi untuk menetralkan tanah asam. Proses pengolahan dilakukan Kelompok Pengolah dan Pemasar (Poklahsar) Lance Perkasa yang melibatkan ibu rumah tangga dengan penghasilan tidak tetap.

ADVERTISEMENT

"Inovasi ini tidak hanya meningkatkan kualitas lahan pertanian, tetapi juga mendorong praktik pertanian ramah lingkungan serta memperkuat penerapan ekonomi sirkular berbasis potensi lokal," imbuh Fajriyah.

Inovasi yang diberi nama SI GOPAL (Sisa Gonggong jadi Penetral Lahan) ini mampu menurunkan timbulan limbah cangkang gonggong sebesar 0,288 ton per tahun pada tahun pertama program berjalan.

Dari sisi ekonomi, anggota kelompok memperoleh tambahan pendapatan Rp25.000 untuk setiap 5 kilogram bubuk terjual. Sementara itu, kelompok tani mencatat efisiensi biaya produksi hingga 4% serta terbentuknya kelompok baru yang mendorong partisipasi perempuan dalam aktivitas ekonomi lokal.

(fdl/fdl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads