Namun Smart mengaku hanya 20% yang benar, sementara 80% sisanya tidak tidak benar yang tidak berdasarkan fakta dan penelitian ilmiah.
"Laporan yang benar hanya 15-20%, sisanya ngawur atau terlalu digeneralisasi," kata Presiden Direktur PT Smart Tbk Daud Dharsono dalam acara konferensi pers, Rabu di kantor Gapki, Jakarta (16/12/2009).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Laporan dari Greenpeace ada yang benar, tapi lebih banyak yang tidak benarnya. Tidak berdasarkan fakta dan data-data statistik," katanya.
Beberapa laporan Greenpeace yang tidak dibantah oleh Smart antara lain mengenai pembukaan lahan sawit puluhan ribu hektar, mengenai adanya pembebasan lahan yang belum terganti rugi, tapi sudah dibuka lahannya. Kesalahan estimasi dalam membuka lahan gambut dari estimasi masih dibawah ketebalan 3 meter namun kenyataannya melampaui dari 3 meter.
"Sebenarnya saat begitu ketahuan maka kita langsung mengambil langkah untuk melakukan perbaikan," katanya.
Sedangkan laporan yang disanggah oleh Smart terkait laporan Greenpeace antara lain tuduhan membuka area lahan di luar izin, perizinan yang terlalu cepat dan lain-lain. Sedangkan laporan auditor Unilever yang dibantah oleh Smart antaralain laporan adanya pembukaan lahan gambut 8000 hektar dengan kedalaman 12 meter, yang hanya mengacu pada 3 titik sampel dan lain-lain.
Seperti diketahui, Unilever akhirnya memutuskan kontrak pasokan CPO dari Sinar Mas senilai 20 juta poundsterling setelah mendapatkan laporan dari Greenpeace tentang sepak terjang Sinar Mas.
Namun Daud menjelaskan, Unilever tidak memutuskan kontrak seketika melainkan hanya menghentikan sementara hingga ada perbaikan dari Smart. Kontrak Smart dengan Unilever akan berakhir pada April 2010.
"Unilever yang menghentikan sementara minyak sawit dari PT Smart Tbk itu kami sayangkan dan sesalkan. Kami dari Smart bisa menerima keputusan tersebut itu keputusan manajemen Unilever, kita nggak bisa bilang apa-apa," katanya.
Namun ia menyesalkan langkah Unilever yang dinilai tergesa-gesa, karena seharusnya bisa dilakukan dialog mengingat kedua pihak sama-sama anggota Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).
"Makanya kami menyayangkan keputusan tersebut," katanya.
Ia menjelaskan penjualan CPO Smart ke Unilever dari periode Januari-September 2009 hanya senilai Rp 370 miliar atau setara US$ 35 juta atau sebanyak 47.000 ton. Sedangkan total penjualan PT Smart justru mencapai Rp 11 triliun.
(hen/qom)