Lazimnya sebuah proses penawaran saham ke publik, pengumuman harga perdana akan dilakukan dalam sebuah forum resmi paparan publik. Namun entah apa alasannya, Menteri BUMN Mustafa Abubakar memilih untuk memilih cara tak lazim, dengan mengumumkannya diluar paparan publik itu.
Sebagai orang nomor satu di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sekaligus nahkoda dari seluruh perusahan pelat merah, Menteri BUMN Mustafa Abubakar acapkali mengumumkan harga saham perusahaan negara yang akan melantai di bursa tidak pada tempatnya. Hal ini tidak dilakukan satu atau dua kali saja, tetapi sudah berkali-kali.
Lazimnya, sebuah perusahaan yang akan masuk lantai bursa, untuk urusan penentuan dan pengumuman harga akan melibatkan penjamin emisi (underwriter), bisa juga dibilang broker atau pialang. Nah, setelah broker bersama-sama BUMN dan Menteri membahas harga saham, maka tugas broker adalah mengumumkan harganya kepada publik, melalui public expose a.k.a paparan publik secara resmi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti yang terjadi pada Rabu (12/1/2011) kemarin, saat PT Garuda Indonesia sudah siap menggelar paparan publik dalam rangka penawaran umum saham perdana alias initial public offering (IPO).
Pelaksanaan paparan publik Garuda terpaksa mundur hingga pukul 16.00 WIB, dari rencana semula di pukul 12.00. BUMN Aviasi ini beralasan, mundurnya jadwal karena masih adanya dokumen administratif yang harus disiapkan. Investor dan jurnalis pun sudah berjam-jam menunggu pengumuman harga perdana dari BUMN aviasi itu.
Namun tiba-tiba, Mustafa yang saat itu berada di Kantor Menko Perekonomian, Lapangan Banteng, Jakarta malah membocorkan nilai saham maskapai pelat merah tersebut.
"Harga berada dalam rentang Rp 750-1.100. Itu sudah hasil pembahasan mendalam dari berbagai aspek, itu hasil yang didapat," ujar Mustafa di kantor Menko Perekonomian, Lapangan Banteng, Jakarta, Rabu (12/1/2011).
Padahal, paparan publik yang digelar Garuda sama sekali tidak menyinggung soal harga, hanya jumlah saham yang akan dilepas serta nilai nominal per saham saja. Kontan saja, para wartawan yang sudah berjam-jam menunggu di lokasi paparan publik Garuda di Ritz Carlton selama berjam-jam merasa perjuangannya sia-sia.
Ini bukan kali pertama Mustafa membocorkan harga saham BUMN yang mau IPO. Hal yang sama pernah terjadi pada PT Krakatau Steel Tbk (KS/KRAS).
Pada waktu KS mau melantai di bursa, Mustafa juga membocorkan harga saham KS dengan rentang yang tinggi Rp 800-Rp 1.150 per saham, jauh diatas perhitungan underwriter, yang saat itu bahkan belum menentukan rentang harganya.
Kabarnya, waktu itu sebenarnya underwriter akan mengumumkan kisaran harganya di Rp 650-800 per lembar saham. "Kita juga tidak tahu angka itu keluar dari mana," kata salah satu underwriter yang terlibat dalam IPO KS waktu itu.
Jauh sebelum KS, Mustafa juga pernah sengaja menggelar konferensi pers untuk mengumumkan harga rights issue PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) dan harga saham IPO PT PP yang sudah listing di awal tahun 2010 lalu.
Padahal, pemegang saham maupun BUMN yang akan menggelar IPO tidak boleh banyak membocorkan informasi kepada publik atau istilahnya masuk blackout period. Segala informasi yang bisa keluar harus melalui penjamin emisi atau broker tadi.
Penjamin emisi yang sudah ditunjuk untuk berjualan lah yang seharusnya mengumumkan harga saham ataupun segala informasi yang dibutuhkan publik, seperti alokasi penjatahan saham dan target dana hasil aksi korporasi tersebut.
Meski tak ada aturan baku soal pengumuman harga perdana itu, namun tetap saja pengumuman ala Mustafa Abubakar itu dianggap tak lazim.
(ang/qom)











































