Menurut Ketua AEI Franciscus Welirang, emiten di pasar modal Indonesia tidak seluruhnya bergerak di sektor jasa keuangan. Untuk itu, perlu ada pengecualian di sektor non keuangan agar tidak dipungut iuran OJK.
"Emiten itu kan ada bermacam-macam, ada properti, tambang, lain-lain. Yang non sektor keuangan janganlah. Ini masalah definisi dan pengertian. Non sektor keuangan harus dihapuskan dari pungutan," ujar pria yang biasa disapa Franky usai Acara Evaluasi 1 Tahun Menimbang Manfaat OJK, di Wisma Antara, Jakarta, Senin (26/6/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita bicarakan dengan OJK bahwa emiten itu kan ada bermacam-macam, kalau sektor keuangan wajar-wajar saja dipungut, kalau non mungkin berbeda, umpamanya ada perusahaan semen yang sudah go public ditarik pungutan, sementara yang tidak go public nggak, ini kan terdiskriminasi," terang dia.
"Ini masalah prinsip saja. Apakah emiten perusahaan properti misalnya berdagang uang? Dia kan tidak memperdagangkan sahamnya, dia meng-issued-kan sahamnya sekali saja selanjutnya perusahaan sekuritas kan yang dagang, emiten hanya melaporkan ke investor kinerjanya saja," kata Franky.
Dia menambahkan, aturan pungutan ini memungkinkan bisa menghambat perusahaan yang akan mencatatkan sahamnya di BEI.
"Pasar modal tidak menjadi kondusif, siapa yang mau go public kalau ada aturan itu mending ke luar negeri, sementara pihak BEI mendorong untuk banyak perusahaan bisa IPO," cetusnya.
(drk/ang)