Hasil Quick Count Beda, Investor Lebih Percaya Jokowi yang Menang

Hasil Quick Count Beda, Investor Lebih Percaya Jokowi yang Menang

- detikFinance
Kamis, 10 Jul 2014 10:44 WIB
Hasil Quick Count Beda, Investor Lebih Percaya Jokowi yang Menang
Jakarta - Hari ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah melanjutkan penguatannya. Faktor politik, yaitu situasi pasca pemilihan presiden (pilpres), menjadi pendorong optimisme pelaku pasar.

IHSG pada Kamis (10/7/2014) dibuka menguat 134,87 poin atau 2,68% di posisi 5.160,349. Nilai tukar rupiah pun menguat di kisaran Rp 11.500 per dolar Amerika Serikat (AS).

David Sumual, Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), mengatakan hari ini yan menjadi bahan bakar optimisme pelaku pasar adalah pilpres yang berlangsung aman dan lancar. Minimnya gejolak dalam pelaksanaan pilpres ditanggapi positif oleh investor.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Biasanya kita mendengar ada masalah logistik dan segala macam, tapi kali ini hampir tidak ada. Riak-riak yang mengarah ke kekerasan juga tidak terjadi. Sebagai negara demokrasi ketiga terbesar di dunia, Indonesia sudah bisa melalui pilpres dengan aman, lancar, dan kondusif. Ini diapresiasi oleh market," papar David kepada detikFinance, Kamis (10/7/2014).

Selain pelaksanaan pilpres secara umum, lanjut David, pelaku pasar juga mencermati hasil hitung cepat (quick count) meski angkanya bervariasi. Sejumlah lembaga survei seperi Puskaptis, LSN, JSI, dan IRC memenangkan pasangan nomor urut 1, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Sementara Litbang Kompas, RRI, SMRC, CSIS-Cyrus, Pol Tracking, LSI, dan Indikator Politik menetapkan pasangan nomor urut 2, Joko Widodo-Jusuf Kalla, sebagai pemenang pilpres.

"Walau berbeda-beda, tapi kebanyakan lembaga survei mengunggulkan Pak Jokowi. Market sudah tahu mana lembaga yang kredibel, yang sudah sering melakukan survei. Lembaga yang memenangkan Pak Jokowi sepertinya kredibel, misalnya RRI," jelas David.

Selisih (margin) kemenangan Jokowi, tambah David, juga cukup aman. "Margin di atas 3% sudah aman. Kalau hanya 1-2% itu kan bisa masuk ke margin error," ujarnya.

Perkembangan ini, menurut David, menimbulkan kepastian di pasar. Akhirnya terjadi euforia seperti pada 2004 dan 2009. Bahkan bukan tidak mungkin nilai tukar rupiah menguat hingga mendekati Rp 11.000 per dolar AS dalam waktu dekat.

Namun seperti dua periode tersebut, euforia ini hanya jangka pendek. Nantinya nilai tukar rupiah akan kembali ke fundamentalnya, yang menurut David berada di kisaran Rp 11.500-11.600 per dolar AS.

"Nanti setelah 22 Juli, pengumuman perolehan suara resmi dari KPU (Komisi Pemilihan Umum), orang akan kembali ke realitas," tuturnya.

(hds/hen)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads