Secara umum, sejumlah pakar memprediksikan, siapapun presiden baru terpilih, dampaknya untuk pasar saham dan perekonomian secara makro akan positif.
"Ini karena setelah tanggal 22 nanti sudah ada kepastian bahwa ada Presiden terpilih yang akan memimpin Indonesia 5 tahun ke depan. Artinya investor yang tadinya wait and see, dapat kembali masuk ke pasar modal. Jadi dana yang tadinya tertahan akan mulai masuk," ujar Head of Sales Marketing PT First State Investment Indonesia Harsya Prasetyo dalam acara bertajuk 'Mid-Year Market Outlook Post President Election 2014' di Hotel Four Seasons, Jakarta, Selasa (15/7/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengamat politik dan Guru Besar Pusat Penelitian Politik LIPI Ikrar Nusa Bhakti mengatakan, terjadinya kekacauan politik pasca 22 Juli 2014 sangat kecil kemungkinannya.
"Isu akan terjadi kudeta militer kalau pasangan nomor 2 yang menang, saya menentang asumsi itu. Saya harus meluruskan, ini bukan urusan sipil lawan tentara. Karena Anda tahu persis mantan jenderal memang terbelah mendukung di dua belah pihak sekaligus," tutur Ikrar.
Ikrar menyampaikan, kondisi politik pun dipandang akan tetap kondusif. "Di tingkatan masyarakat, bisa dilihat bagaimana rakyat kebanyakan sangat menginginkan suasana tentram dan damai. Rakyat sangat dewasa dalam berpolitik dan tidak ingin dimobilisasi (digerakkan) secara negatif oleh elit politik," tuturnya.
Di sisi lain, lanjut Ikrar, koalisi permanen bentukan Prabowo dkk, yang dikhawatirkan akan mengganggu jalannya roda pemerintahaan akibat adanya perbedaan komposisi koalisi partai di parlemen, kemungkinan besar tidak akan terjadi.
Menurutnya, masih ada peluang untuk terjadinya perpindahan dukungan, dari yang semula mendukung salah satu pasangan capres kepada capres lainnya.
"Koalisi ke depan, koalisi itu sangat rapuh karena tidak didasarkan pada ideologi yang sama. Kalau hasil perhitungan real count menunjukkan Jokowi menang, bukan hal yang mustahil akan ada perpindahan posisi dukungan, misalnya dari Golkar yang semula mendukung Prabowo. Sama halnya dengan Demokrat yang menyatakan tidak pernah secara resmi mendelegasikan kadernya untuk hadir dalam deklarasi permanen dukungan terhadap Prabowo," papar dia.
Bagi dunia ekonomi, lanjut Ikrar, ini tentu akan memberi dampak positif karena ada kepastian, roda pemerintahan akan tetap berjalan dengan baik siapapun presidennya.
Country Economist Citibank Indonesia Helmi Arman mengatakan, positifnya prospek perkembangan politik pasca pengumuman oleh KPU nanti, diharapkan bisa membawa angin segar bagi pasar saham dan pada umunya terhadap perekonomian Indonesia.
"Dengan selesainya pilpres yang diadakan 9 Juli kemarin, membawa harapan baru. Ke depan mestinya siapapun yang terpilih, reformasi struktural akan berjalan dengan lebih baik," sebutnya.
Helmi mengatakan, kondisi makro ekonomi Indonesia pasca pilpres diperkirakan membaik. Kondisi makro akan lebih baik lagi apabila capres yang diinginkan pasar memenangkan pemilu.
Helmi menjelaskan, salah satu daya tarik yang dimiliki Indonesia adalah pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat, seiring laju pertumbuhan ekonomi yang membuat iklim investasi terus mengalami pertumbuhan.
"Kalau secara makro ekonomi tidak ada masalah, cuma yang harus menjadi perhatian utama adalah mengurangi defisit transaksi berjalan," ujar dia
Helmi memproyeksikan, bila reformasi kebijakan yang dilakukan pemerintahan baru bisa diimplementasikan dengan baik, maka defisit transaksi berjalan indonesia pada tahun depan akan jauh lebih rendah, yaitu mencapai US$ 20 miliar.
Pandangan positif terhadap hasil pilpres ini juga disampaikan Presiden Direktur PT BNP Paribas Investment Partners Vivian Secakusuma.
Meurutnya, kedua pasangan calon memiliki program yang sama-sama jelas dalam rangka perbaikan dan peningkatan arah pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Vivian menyebut, kedua pasangan calon sama-sama berkomitmen untuk menjamin peningkatan dan penyediaan infrastruktur yang lebih baik. Sebagai konsekuensinya, siapapun presiden yang akan menang dalam pilpres yang diumumkan 22 Juli nanti, saham bertema infrastruktur akan menggeliat.
"Dengan program dari kedua kandidat yang mengedepankan pengembangan infrastruktur sebagai program utamanya, maka produk investasi yang memiliki prospek investasi yang baik adalah produk bertema infrastruktur," tutrnya.
Secara lebih rinci Vivian menerangkan, saham bertema infrastruktur yang dimaksud adalah saham-saham sektor yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dalam hal belanja pembangunan infrastruktur.
"Kalau emiten karya yang berkaitan dengan infrastruktur itu sudah jelas. Sektor lain adalah sektor-sektor pendukung seperti sektor semen," sebutnya.
Sektor lain yang juga berpotensi ikut kecipratan positifnya kinerja sektor infrastruktur adalah sektor perbankan. "Perbankan jelas karena perbankan yang akan medukukung proyek infrastruktur yang akan dikerjakan," sebutnya.
Namun demikian, ditegaskannya, moncernya sektor infrastruktur ini tidak serta merta menjamin positifnya kinerja saham emiten yang ada di dalamnya.
"Jadi investor tetap harus jeli melihat masing-masing saham dengan melihat fundamental emiten-emiten yang ada di sektor ini," tegasnya.
(dnl/dnl)











































