Apa komentar Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan atas kinerja keuangan maskapai pelat merah ini? Menurut Dahlan, minusnya kondisi keuangan Garuda karena perseroan terkena dampak negatif dari tingginya harga bahan bakar.
Apalagi kurs rupiah terhadap dolar melemah, sementara mayoritas biaya di industri maskapai berbentuk valuta asing.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi tersebut juga menimpa maskapai nasional dan internasional bukan hanya Garuda sendiri. "Itu di seluruh dunia," jelasnya.
Di tempat yang sama, Direktur Utama Garuda Emirsyah Satar menjelaskan kinerja keuangan triwulan II lebih baik daripada triwulan I meskipun masih merugi.
"Kalau kita lihat triwulan I ke triwulan II itu membaik. Jadi apalagi bulan Juni sudah bagus," kata Emir.
Emir menerangkan siklus bisnis di industri penerbangan mengalami masa surut pada triwulan I. Umumnya arus penumpang mulai sepi karena pada periode itu, masa liburan telah habis.
Emir mengakui kinerja keuangan Garuda merosot karena pelemahan kurs. "Tapi itu juga dampak dari pelemahan rupiah. Rupiah melemah 20%. Kita rugi kurs jadi harapan kami kalau rupiah menguat, itu untuk semua industri penerbangan," ujarnya.
Emir tidak bisa memproyeksi hingga kapan rupiah masih bergejolak. Mengantisipasi gejolak rupiah, Garuda sebetulnya sudah melakukan hedging atau lindung nilai terhadap instrumen utang dalam bentuk dolar AS.
Seperti dilansir sebelumnya, Garuda pada triwulan II membukukan rugi yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$ 211,70 juta. Rugi ini lebih tinggi dari periode serupa pada tahun lalu yang sebesar US$ 10,92 juta.
Beban keuangan perseroan selama enam bulan juga melonjak sebesar 84,95% menjadi US$ 42,83 juta dari US $23,15 juta pada periode serupa tahun 2013.
Di sisi lain, perseroan belum mampu menekan biaya usaha. Saat ini, biaya usaha tercatat US$ 1,96 miliar hingga Juni 2014. Angka ini meningkat 14,75% dari periode yang sama tahun lalu US$ 1,70 miliar.
(feb/ang)











































