"Masyarakat bawah juga tentu terkena imbas karena kenaikan harga barang-barang," kata Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) David Sumual saat dihubungi detikFinance, Jumat (19/9/2014).
Menurut David, bahan baku impor masih mendominasi produk-produk dalam negeri. Penguatan dolar tentu akan berpengaruh terhadap kenaikan biaya operasional sehingga terjadi kenaikan harga produk.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Banyak harga dikontrol pemerintah seperti harga beras misalnya, itu kan ada yang impor. Kalau dolar tinggi, otomatis pengaruh ke harga jual, dan masyarakat beli beras semakin mahal. Pemerintah harus bisa menekan impor barang-barang agar bisa menekan beban karena masih banyak bahan baku yang impor. Kalau bisa produksi sendiri, impor dikurangi, ekspor ditingkatkan," jelas dia.
Selain itu, tambah David, barang-barang elektronik juga masih didominasi produk impor dan transaksinya menggunakan dolar. "Kalau dolar tinggi ya adjustment-nya ke harga," ujar dia.
Menurut David, tingginya impor juga menjadi salah satu biang keladi pelemahan rupiah. Kebutuhan valas yang besar untuk impor menyebabkan rupiah tertekan.
"Misalnya impor minyak, rata-rata US$ 150 juta per hari. Ini penyebab juga. Minyak adalah bahan baku untuk berbagai produk seperti plastik. Kalau harga plastik naik, pengaruhnya ke makanan dengan kemasan plastik," terangnya.
(drk/hds)











































