Nilai tukar rupiah masih dalam tren melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sejak pekan lalu. Pelemahan rupiah ini diprediksi masih akan terjadi hingga akhir 2015.
Menurut Analis Valuta Asing Senior dari ANZ, Khoon Goh, tren pelemahan rupiah ini mulai terjadi setelah euforia pemilu presiden (pilpres) Republik Indonesia (RI) akhir tahun lalu.
Ditambah lagi dengan rencana The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga yang menjadi sinyal pemulihan ekonomi AS. Laporan data tenaga kerja baru di AS juga turut memberi sumbangan penguatan dolar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Target itu (Rp 13.250) bisa lebih cepat ditembus jika dolar terus menguat, apalagi kalau pekan depan data tenaga kerja non pertanian AS bisa positif," kata Goh seperti dikutip CNBC, Kamis (5/3/2015).
Ia menambahkan, saat ini arus dana asing masih terus masuk ke Indonesia. Namun, sudah ada sinyal bahwa investor asing bakal menarik dananya ke luar negeri.
"Jika dolar sampai Rp 13.200 maka itu akan menjadi momentum untuk investor asing mulai menarik dananya," katanya.
Menurut Goh, Indonesia sendiri sudah menikmati capital inflow (masuknya arus dana asing) sejak euforia pemilu presiden (pilpres) Republik Indonesia (RI) pertengahan tahun lalu.
Rupiah pun berhasil menekan dolar AS pada saat kampanye pilpres. Mata uang Paman Sam itu bisa ditekan hingga di kisaran Rp 11.495 pada rentang 25 Juni sampai 23 Juli 2014.
Namun sayangnya, euforia pilpres dan terpilihnya Joko Widodo (Jokowi) sebagai Presiden RI mulai pudar sehingga rupiah kembali terkena tekanan.
"Euforia terkait terpilihnya Presiden Jokowi di 2014 tidak bertahan lama," kata Goh.
(ang/hds)











































