Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus merosot menyentuh level Rp 13.000. Biasanya, anjloknya rupiah ini juga membuat pasar saham jeblok.
Tapi hari ini yang terjadi lain dari biasanya, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) malah kinclong dan mendekati rekor baru.
"Pelemahan rupiah dikompensasi kenaikan ekspor, menurunkan permintaan dolar dan menaikkan permintaan rupiah. Berbeda saat 2004 dan 2013 di mana defisit besar. Jadi ke market dampak tidak terlalu berpengaruh. Meskipun Rp 13.000, pasar nggak shock," kata Analis PT Buana Capital Alfred Nainggolan kepada detikFinance, Kamis (5/3/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, fundamental makro Indonesia masih baik dan optimis tidak akan banyak terpengaruh. Apalagi, kata dia, neraca perdagangan Indonesia tercatat surplus US$ 700 juta di Januari 2015.
Sehingga dampak penguatan dolar AS ke pasar saham tidak terlalu besar. Bahkan, kata Alfred, angka surplus ini bisa menekan dolar kembali di bawah Rp 13.000.
Ia meramal, jika di bulan Februari 2015 surplus terus berlanjut, maka ia meyakini dolar AS bisa kembali ke level Rp 12.500. Dolar AS yang melambung tinggi seperti sekarang ini diakibatkan faktor psikologis terkait rencana bank sentral AS menaikkan tingkat suku bunga.
"Januari masih surplus neraca perdagangan. Kalau Februari surplus bisa menguat ke Rp 12.500. Ada psikologis rencana The Fed, wajar rupiah melemah," tandasnya.
Jelang penutupan perdagangan sore ini, IHSG berada di level 5.461,947 setelah naik 13,599 poin (0,25%). Posisi tertinggi IHSG hari ini ada di level 5.476,626.
(drk/ang)











































