Dolar Rp 13.171, Ada Apa dengan Rupiah?

Dolar Rp 13.171, Ada Apa dengan Rupiah?

- detikFinance
Rabu, 11 Mar 2015 11:02 WIB
Dolar Rp 13.171, Ada Apa dengan Rupiah?
Jakarta -

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih melanjutkan pelemahannya. Bahkan saat ini dolar AS sudah menyentuh level Rp 13.100.

Mengutip data perdagangan Reuters, dolar AS saat ini diperdagangkan di posisi Rp 13.171. Posisi terkuat dolar AS ada di Rp 13.175 dan terlemah di Rp 13.120.

Enny Sri Hartati, Direktur Institute for Development of Economy and Finance (Indef), menyebutkan, ada beberapa faktor utama yang menyebabkan rupiah begitu terpuruk. Pertama adalah faktor eksternal, yaitu dolar AS yang tengah 'perkasa' dibandingkan mata uang dunia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ekonomi AS terus membaik, sehingga dolar AS menguat. Tidak hanya kepada rupiah, dolar AS juga menguat terhadap hampir seluruh mata uang," kata Enny kepada detikFinance, Rabu (11/3/2015).

Faktor kedua, lanjut Enny, adalah besarnya kebutuhan valas pada kuartal I-2015 untuk pembayaran utang luar negeri, maupun impor barang modal dan bahan baku.

"Nature-nya memang begitu setiap tahun," ujarnya.

Namun, Enny menyoroti soal utang luar negeri yang begitu besar. Data Bank Indonesia (BI) menyebutkan, Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir triwulan IV-2014 tercatat sebesar US$ 292,6 miliar. Angka ini naik 9,9% dari posisi akhir 2013 sebesar US$ 266,1 miliar.

"ULN ini menjadi persoalan. April nanti pemerintah maupun swasta akan kembali membayar cicilan utang. Permintaan terhadap dolar akan naik dan menambah tekanan terhadap rupiah," jelas Enny.

Faktor ketiga, tambah Enny, adalah transaksi berjalan (current account) Indonesia yang masih defisit. Dari sisi neraca perdangan, Indonesia masih mampu mencatat surplus US$ 710 juta pada Januari 2015. Tetapi neraca jasa masih terus-menerus defisit.

"Sejak zaman Orde Baru, neraca jasa memang defisit. Dulu surplus neraca perdagangan masih bisa menutup, tetapi sekarang surplus neraca perdagangan semakin tipis. Ini yang belum ada pemecahan," jelas Enny.

Indonesia, menurut Enny, memang masih tergantung pada asing di bidang jasa. Mulai dari perkapalan sampai reasuransi.

"Dalam jangka pendek, 2 hal ini bisa diselesaikan. Industri perkapalan dalam negeri harus digalakkan, dan segera bentuk BUMN yang menjalankan reasuransi. Dengan begitu, devisa kita tidak 'terbang' ke luar negeri terus," terang Enny.

(hds/dnl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads