Perusahaan konstruksi, PT Bukaka Teknik Utama Tbk (BUKK) kembali mencatatkan sahamnya alias relisting di Bursa Efek Indonesia (BEI). Perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki Kalla Group melalui PT Denaya Cakra Cipta ini, didepak alias delisting di tahun 2006. Apa penyebabnya?
"Kami IPO tahun 1994, karena krisis 1998, itu tidak hanya dialami Indonesia tapi global, jadi delisting 2006, sekarang kami perbaiki mudah-mudahan ke depan, investor beli sahamnya lagi dan memperdagangkan saham-sahamnya, ini memberi kesempatan investor asing dan domestik dan akan mendapat dividen yang lebih baik," ujar Direktur Utama BUKK Irsal Kamaruddin saat ditemui di Gedung BEI, Jakarta, Senin (29/6/2015).
Tanggal 6 Desember 1994, perusahaan menawarkan saham kepada masyarakat sejumlah 40.000.000 saham biasa dengan nilai nominal Rp 500 per lembar saham dengan harga penawaran Rp 3.200 per saham.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Irsal mengungkapkan, permasalahan mulai muncul saat krisis 1997-1998. Krisis ekonomi ini menghantam kinerja perseroan.
Saat itu, status laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit dalam empat tahun berturut-turut mendapat opini disclaimer dari akuntan publik. Hal ini terkait dengan belum tuntasnya masalah surat utang jenis transferable loan certificate (TLC) senilai US$ 90 juta yang dibeli kreditor.
Meski pengadilan negeri sudah melokalisir kasus tersebut pada 21 Oktober 2002, namun belum bisa mengetahui siapa pemegang TLC tersebut. Akibat tidak ada penyelesaian TLC, Bukaka terus mengalami perbedaan prinsip dengan auditor karena TLC dianggap kewajiban yang harus dituntaskan.
"Permasalahan kita krisis 97-98, bukan hanya melanda Indonesia tapi global. Kita punya utang luar negeri, di luar negeri bermasalah, di hari H semua lender tidak ada yang bisa dihubungi, menghilang semua, auditor untuk konfirmasi pun tidak bisa, 2003 konfirmasi tidak bisa sehingga tidak bisa menentukan pendapat, ini berturut-turut sampai 2006, jadi delisting karena 3-4 tahun disclaimer keuangannya, kita tidak bisa melakukan ekspansi besar-besaran, karena laporan keuangan negatif," jelas dia.
Di tahun 2010, Irsal menyebutkan, perseroan mulai memperoleh titik terang, pemegang TLC mulai bisa ditemukan dan saat itu pula perseroan mulai melakukan restrukturisasi utang-utangnya.
"Di tahun 2010 kita bisa mengumumkan siapa TLC, sehingga 2010 lakukan restrukturisasi, kebetulan nasib kami baik di 2011 masih ada program kuasi reorganisasi, kami memperbaiki neraca keuangan, sehingga kami lakukan relisting karena masyarakat masih banyak saham di Bukaka, sekarang bisa terlaksana, harapan saham kami bisa likuid," terang dia.
Lebih jauh Irsal menjelaskan, untuk tetap menjaga perseroan menjadi lebih baik, pihaknya akan melakukan beberapa strategi, di antaranya melakukan relisting. Selain itu, perseroan juga tengah mengkaji untuk menerbitkan saham baru alias rights issue di tahun depan, namun jumlah dan besarannya belum bisa disampaikan.
"Relisting dan rights issue saling berkaitan, untuk bisa tumbuh dan berkembang kita butuh sarana dan akses pendanaan yang cepat dan murah, memadai, untuk rights issue jadi pertimbangan ke depan, inginnya tahun depan," sebut dia.
Di samping itu, Irsal menyebutkan, perseroan juga tengah mengkaji untuk membentuk holding company.
"Strategi kedua pembentukan holding company, selain holding juga operating, kalau memang kajian sudah selesai, jika memungkinkan Bukaka pure sebagai holding, yang unit-unit berdiri independen, aksi tersebut masih kami dalami sehingga ada keputusan tepat," kata Irsal.
Menurutnya, restrukturisasi bisnis atau spin off ini bagian untuk menciptakan kegiatan usaha yang lebih efisien dan mensinergikan struktur perseroan.
"Melihat peluang mendirikan anak usaha dengan join venture atau partnership dengan mitra strategis. Strategi lainnya yaitu melakukan modernisasi alat-alat yang kita miliki untuk mencapai tingkat efisiensi sehingga proses lebih cepat," sebutnya.
Saat ini, pemegang saham Bukaka dimiliki PT Denaya Cakra Cipta sebagai pengendali, memiliki 42,60% saham, Armadeus Acquisition (INR) Limited (berbasis di Malaysia), sebelumnya bernama Akses Karya Indonesia Limited, memiliki 46,60% saham, dan sisanya 10,8% dimiliki masyarakat.
Berikut susunan Dewan Direksi dan Komisaris:
Dewan Komisaris
- Komisaris Utama Suhaeli Kalla
- Komisaris Solihin Jusuf Kalla
- Komisaris Independen Sumarsono
- Komisaris Zulkarnain
Dewan Direksi
- Direktur Utama Irsal Kamaruddin
- Direktur Operasional Saptiastuti Hapsari
- Direktur Keuangan Sofiah Balfas
- Direktur Independen Marulam Sitohang
- Direktur Corporate Affairs & Sekretaris Perusahaan Devindra Ratzarwin











































