Ada Rumor Sahamnya 'Digoreng' dan Digadai, Ini Kata Sekawan

Ada Rumor Sahamnya 'Digoreng' dan Digadai, Ini Kata Sekawan

Dewi Rachmat Kusuma - detikFinance
Selasa, 03 Nov 2015 13:34 WIB
Ada Rumor Sahamnya Digoreng dan Digadai, Ini Kata Sekawan
Foto: Dewi/detikFinance
Jakarta -

Perdagangan saham PT Sekawan Intipratama Tbk (SIAP) kemarin dihentikan sementara (suspen) oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Beredar kabar suspensi diberikan karena saham SIAP 'digoreng' dan digadai oleh salah satu pemegang saham.

Bagi yang berkecimpung di dunia pasar modal, aksi goreng saham sudah tidak asing lagi, yaitu aksi menaikkan harga saham saham dengan kepentingan tertentu. Artinya, saham sebuah perusahaan sengaja dinaikkan memakai kabar yang positif sampai titik tertentu.

Apa keuntungan si penggoreng saham? Banyak, salah satunya adalah membeli pada saat rendah dan menjual setelah tinggi, atau bisa juga dijadikan jaminan utang untuk dikembalikan setelah lunas.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Transaksi gadai saham ini dikenal juga dengan nama Repurchase Agreement (REPO). Nah, santer beredar kabar saham SIAP ini digadai oleh salah satu pemegang sahamnya setelah harganya naik tinggi.

Kabarnya, gadai saham tersebut dilakukan oleh Renier Latief, salah satu pemegang saham di Sekawan yang masuk setelah perusahaan menerbitkan saham baru alias rights issue.

Nama Renier yang selama ini selalu dikaitkan dengan Grup Bakrie pun sudah dibantah oleh Sekawan. Baca juga: "Rumor Saham Sekawan 'Digoreng' Setelah Back Door Listing?"

"Pemahamannya begini. Istilah backdoor listing ini kan istilah nggak resmi, itu sebenarnya Penawaran Umum Terbatas (PUT), kebetulan, perusahaan itu PUT menerbitkan saham lebih gede. Karena diakuisisi, saham yang gede itu dibayarin sama yang akuisisi, jadi yang diakuisisi yang jadi pengendali baru, itu namanya backdoor listing," kata Corporate Secretary Sekawan Herry Priambodo ditemui detikFinance di kantornya, Menara Global, Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Selasa (3/11/2015).

"Karena ini Fundamental Resources, dan secara administrasi nothing to do (tidak ada hubungannya) sama Pak Rennier, bahwa pengendalinya Fundamental resources itu Pak Rennier tapi kan secara hukum nggak," tambahnya.

Dari kabar yang beredar, setelah menguasai saham Sekawan, Rennier dikabarkan mencari aset yang bisa diambil alih untuk ditempelkan di perusahaan yang baru diambil alih supaya harga saham Sekawan bisa naik alias digoreng.

Rennier pun bertemu dengan Iwan Bogananta, yang memiliki sekitar lima sampai tujuh IUP batu bara. Dalam hasil surveinya, perusahaan batu bara milik Iwan ini punya kandungan sekitar 400 juta ton batu bara dengan nilai Rp 5 triliun.

Namun sayangnya, perusahaan milik Iwan ini disinyalir baru berupa kertas alias baru survei dan belum melakukan produksi sama sekali. Muncullah rencana akuisisi perusahaan batu bara itu oleh Sekawan.

Sekawan yang butuh modal akhirnya menerbitkan saham baru, di mana dana yang diraup bakal dipakai untuk membeli perusahan batu bara. Namun demikian dari kabar yang beredar, pembeli siaga dari rights issue itu adalah Fundamental Resources yang dimiliki oleh Rennier dan Iwan.

Jadi akuisisi tersebut bisa dilakukan tanpa dana sama sekali atau seolah-olah ada dana masuk dari penerbitan saham baru dan dipakai untuk membeli perusahaan milik mereka sendiri. Setelah ini, bisnis perusahaan pun beralih dari produksi plastik ke batu bara.

"Secara hukum sih, RUPS Juni 2014 kita sudah (pindah bisnis ke batu bara), tapi kan going concern yang penting, kinerjanya nggak ada ya belum, jadi dibuktikan dengan laporan keuangan satu tahun. Kan kita bukan jual batu bara, value kita energi, Integrated Energy Company," katanya.

Nah dari kabar yang beredar, setelah masuk ke bisnis batu bara, harga saham Sekawan mulai menanjak dari di bawah Rp 200 per lembar menjadi di atas Rp 460 per lembar. Kapitalisasi pasarnya pun menanjak hingga dua kali lipat meski hanya bermodal izin tambang.

Dari sini salah satu pelaku pasar menarik pinjaman dengan jaminan saham Sekawan alias REPO Misalnya si pemegang saham pegang 1 lembar di harga Rp 400 per lembar jadinya Rp 400 miliar. Sekawan melakukan REPO ini untuk membiaya modal kerja perusahaan.

"Iya, salah satu sumber pendanaan kita, jumlahnya berapa kita juga nggak tahu persis. Harusnya (dana hasil REPO) ke perusahaan semua. Kita memang ada rencana ya, dari semula kita mau dapat pinjaman dari perbankan Rp 200 miliar, itu dipenuhi, mereka kan nggak nanya buat dipakai apa, sepanjang dipenuhi, sesuai jadwal, Rp 200 miliar itu total sampai 3 tahun 2014-2016," ujarnya.

Sayangnya, REPO tersebut dikabarkan tidak dipakai untuk kepentingan perusahaan. Akibatnya, ketika jatuh tempo, saat pemegang REPO seharusnya mengembalikan saham dan mendapat uangnya kembali, si pemilik saham sebelumnya tidak punya uang.

Pasar pun tidak siap menampung sehingga harganya anjlok. Idealnya, uang hasil repo digunakan untuk operasional pengembangan perusahaan, sehingga kinerja meningkat, sahamnya dibeli publik sehingga ketika REPO jatuh tempo, pasar bisa menampungnya.

Pada kasus REPO Sekawan ini, sahamnya terpaksa dijual ke pasar (forced sell) sehingga ada beberapa broker yang disinyalir gagal settlement. Hal ini yang diduga oleh BEI sehingga perdagangan saham Sekawan dihentikan sementara.

"Kalau menurut saya kurang kerjaan (goreng saham), mumet. Tidaklah itu mekanisme pasar lah, itu nggak benar lah, ya kan transaksi kan jual-beli dan terbentuk harga. Memang kita rencanakan? Kalau ada yang nge-bid, harganya bagus ya beli, kalau kita nggak tertarik ya nggak, lagian kalau itu kan kita lihat punya siapa, kalau pun ada itu bukan kita karena itu melanggar," ujarnya.

(ang/dnl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads