Siapa Inisial 'R' yang Diduga 'Menggoreng' Saham Sekawan?

Siapa Inisial 'R' yang Diduga 'Menggoreng' Saham Sekawan?

Dewi Rachmat Kusuma - detikFinance
Rabu, 11 Nov 2015 12:55 WIB
Kantor PT Sekawan Intipratama (Foto: Dewi/detikFinance)
Jakarta -

Industri pasar modal Indonesia dihebohkan dengan kasus 'goreng' dan gadai saham PT Sekawan Intipratama Tbk (SIAP). Selain melibatkan broker tertua di Indonesia, kasus ini juga memunculkan inisial 'R' yang diduga dalang di balik kasus ini.

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Tito Sulistio, sudah mendengar soal inisial 'R' yang katanya sudah malang melintang di dunia pasar modal sejak lama.

"Saya tidak bisa menyebut namanya, tapi memang ada, inisial R ada," kata Tito, di Gedung BEI, SCBD, Jakarta Selatan, Rabu (11/10/2015).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari hasil penelusuran detikFinance, salah satu pemegang saham pengendali Sekawan ada yang mencari aset yang bisa diambil alih untuk ditempelkan di perusahaan yang baru diambil alih supaya harga saham Sekawan bisa naik alias digoreng.

Pemegang saham tersebut bertemu dengan satu pihak yang punya sekitar lima sampai tujuh IUP batu bara. Dalam hasil surveinya, perusahaan batu bara itu punya kandungan sekitar 400 juta ton batu bara dengan nilai Rp 5 triliun.

Namun sayangnya, perusahaan tambang tersebut disinyalir baru berupa kertas alias baru survei dan belum melakukan produksi sama sekali. Muncullah rencana akuisisi perusahaan batu bara itu oleh Sekawan.

Sekawan yang butuh modal akhirnya menerbitkan saham baru, di mana dana yang diraup bakal dipakai untuk membeli perusahan batu bara. Namun demikian dari kabar yang beredar, pembeli siaga dari rights issue itu adalah salah satu perusahaan milik si pemegang saham juga.

Jadi akuisisi tersebut bisa dilakukan tanpa dana sama sekali, atau seolah-olah ada dana masuk dari penerbitan saham baru dan dipakai untuk membeli perusahaan milik mereka sendiri. Setelah ini, bisnis perusahaan pun beralih dari produksi plastik ke batu bara.

Setelah masuk ke bisnis batu bara, harga saham Sekawan mulai menanjak dari di bawah Rp 200 per lembar menjadi di atas Rp 460 per lembar. Kapitalisasi pasarnya pun menanjak hingga dua kali lipat meski hanya bermodal izin tambang.

Dari sini salah satu pelaku pasar menarik pinjaman dengan jaminan saham Sekawan alias repo (repurchase agreement). Misalnya si pemegang saham pegang 1 miliar lembar di harga Rp 400 per lembar jadinya Rp 400 miliar. Sekawan melakukan repo ini untuk membiayai modal kerja perusahaan.

Sayangnya, repo tersebut dikabarkan tidak dipakai untuk kepentingan perusahaan. Akibatnya, ketika jatuh tempo, saat pemegang repo seharusnya mengembalikan saham dan mendapat uangnya kembali, si pemilik saham sebelumnya tidak punya uang.

Pasar pun tidak siap menampung sehingga harganya anjlok. Idealnya, uang hasil repo digunakan untuk operasional pengembangan perusahaan, sehingga kinerja meningkat, sahamnya dibeli publik sehingga ketika repo jatuh tempo, pasar bisa menampungnya.

Pada kasus repo Sekawan ini, sahamnya terpaksa dijual ke pasar (forced sell) sehingga ada beberapa broker yang disinyalir gagal settlement. BEI sudah menginterogasi hingga delapan broker terkait hal ini.

Hasilnya, tiga broker dihentikan sementara operasionalnya yaitu PT Reliance Securites, PT Danareksa Sekuritas, dan PT Millenium Danatama Sekuritas.

Kabar soal 'goreng' dan gadai saham ini sudah dibantah oleh manajemen Sekawan. Simak wawancara lengkap dengan manajemen Sekawan ini berita ini.

(ang/dnl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads