Perlukah Pengembang Properti Punya DIRE?

Perlukah Pengembang Properti Punya DIRE?

Lani Pujiastuti - detikFinance
Rabu, 02 Des 2015 18:05 WIB
Perlukah Pengembang Properti Punya DIRE?
Ilustrasi (Foto: dok. detikFinance)
Jakarta - Dana Investasi Real Estate (DIRE) atau Real Estate Investment Trust (REITs) bisa menjadi alternatif para pengembang properti untuk mengelola dana investasinya.

Mengapa demikian? Sebab kumpulan dana pemodal sebagian besar akan diinvestasikan ke dalam bentuk aset properti yang saat ini kebutuhannya terus meningkat, selebihnya bisa untuk membeli saham.

Para pengembang di Singapura telah jauh lebih dulu memanfaatkan DIRE untuk mengelola investasinya. Bahkan pengembang besar RI pun sudah ada yang berinvestasi DIRE di Singapura.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di Singapura sudah ada 30 pengembang yang menawarkan investasi di DIRE yang listing di bursa efek Singapura. Dua diantaranya dari Indonesia yaitu milik Lippo Group. Dua REITs Lippo Group yaitu First Real Estate Investment Trust dan Lippo Mall Indonesia Retail Trust," ungkap Wilijadi Tan, Corporate Finance & Transaction Support RSM Indonesia, ketika ditemui di Plasa Asia, Jakarta, Rabu (2/12/2015).

Bagaimana dengan profil DIRE di Indonesia? Rupanya baru satu perusahaan sekaligus pengembang yang menawarkan DIRE yaitu Ciptadana.

"Ciptadana merupakan satu-satunya DIRE yang ada di Indonesia pada saat ini. Ciptadana itu baru 1 mall dan itu Solo Grand Mall. Kebayang kalau mal-mal di Jakarta bisa DIRE juga. Real estate dan gedung perkantoran di Jakarta saja sangat banyak. Berapa banyak dana yang bisa dikelola dan tentu menghasilkan pajak bagi pemerintah," jelas Wili.

Dari segi kapitalisasi DIRE, kata Wili, di Singapura mencapai Rp 600 triliun dari total kapitalisasi modal properti.

"Market kapitalisasi properti di Singapura Rp 9.000 triliun, dari rate DIRE saja Rp 600 triliun. Dibandingkan dengan Ciptadan masih sangat kecil, hanya Rp 400 miliar," tambahnya.

Menurut Willi, perlu lebih banyak pengembang besar nasional melirik DIRE. Sebab dari sisi investasi lebih stabil dan pendapatan tetap 20% tiap tahun yang ditawarkan dari investasi DIRE cukup menarik.

Para pengembang bisa saling memperkuat dengan menghimpun dana di DIRE untuk membeli aset properti. Ia mencontohkan, jika Lippo Group bisa ditarik untuk DIRE di Indonesia, dana yang bisa masuk RI mencapai Rp 30 triliun.

"Baru Lippo saja kalau ditarik dari Malaysia bisa Rp 20-30 triliun market kapitalisasinya. Itu baru Lippo, masih banyak yang lainnya yang belum melirik DIRE," imbuhnya.

Wili mengatakan jangan sampai pengembang properti besar seperti Summarecon, Sinar Mas, Agung Podomoro justru menaruh investasi puluhan triliun ke Singapura.

"Padahal kan semua asetnya di Indonesia. Mereka ini yang mau kita ambil. Tidak perlu lagi listed di Singapura," tandasnya.

Pengembang besar lebih tertarik ke Singapura bukan tanpa alasan. Sentot Agus Priyanto, Tax Services RSM Indonesia mengatakan, Singapura menawarkan keamanan dan pajak transaksi pembelian properti oleh SPC (Solicitors Property Centre) yang lebih rendah dibanding di RI.

"Pajak transaksi pengalihan aset dari pemilik mal atau gedung perkantoran ke SPC itu sampai 25%. Misalnya transaksi Rp 100 miliar untuk beli mall, harga awal fisik mallnya Rp 50 miliar maka SPC harus bayar pajak 25% dikali Rp 50 miliar. Itu cukup berat. Di Singapura hanya 17%. Kita dibuat 20% aja sudah lumayan menarik," kata Sentot.

Padahal, kata Sentot, DIRE menawarkan pendapatan tetap bagi investor maupun pajak bagi pemerintah. Investor memperoleh dana dari sewa mall, gedung, hotel, atau apartemen yang bersifat jangka panjang.

Apalagi melihat pertumbuhan jumlah gedung perkantoran, rumah sakit, mal, gudang, hotel, apartemen, gudang, hingga gedung pameran di kota-kota besar cukup pesat.
Β 
"Pondok Indah mall misalnya, pengunjungnya konstan selalu banyak mau weekend atau weekday. Sewanya selalu naik bahkan ngantri kalau mau sewa. Apalagi untuk jangka panjang," pungkasnya.

(ang/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads