"Sentimen kenaikan Fed Rate (bunga acuan bank sentral AS) juga akan pengaruhi stabilitas pasar global sehingga berdampak ke rupiah. Kami perkirakan rata-rata rupiah 2016 Rp 13.500-13.800 per dolar AS," kata Deputi Gubernur BI, Perry Warjiyo, Kamis (2/6/2016).
Perry menyampaikan pernyataan itu dalam rapat pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2016 bersama pemerintah dan Badan Anggaran (Banggar) di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penguatan kurs didukung oleh persepsi positif pertumbuhan ekonomi domestik dan pasokan valas berorentasi ekspor. CAD (current account deficit) di kuartal I menurun karena naiknya surplus neraca perdagangan. Ditopang oleh surplus neraca perdagangan non migas. Transaksi modal dan finansial kuartal I-2016 surplus, ditopang oleh aliran masuk portfolio dan FDI (foreign direct investment),"
Ia mengatakan, bank sentral memprediksi inflasi 2016 sebesar 4% plus-minus 1%. Inflasi Mei yang terkendali, kata Perry, masih mendukung hal tersebut.
"Pada akhir 2016 kami perkirakan di kisaran 4%. Domestik tekanan inflasi dari sisi permintaan naik, tapi bisa dipenuhi dari kapasitas produksi yang ada. Ekspektasi inflasi juga terkendali. untuk mencapai sasaran itu, kami akan koordinasi dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah," ujarnya.
Perry menambahkan, perekonomian Indonesia saat ini masih dalam kondisi yang terjaga jika dibandingkan dengan situasi di 2015.
"Berbagai perkembangan itu butuh koordinasi yang kuat, dalam kaitan ini BI melonggarkan kebijakan moneter melalui penurunan BI Rate 0,75% dan GWM 1,5%," jelasnya.
Sampai akhir 2016 ini, BI memprediksi ekonomi Indonesia bisa tumbuh 5-5,4%. Proyeksi ini sejalan dengan usulan pemerintah dalam APBN-P 2016 sebesar 5,3%. (ang/dnl)











































