Anjloknya rupiah juga menimpa beberapa mata uang di negara-negara yang pasarnya tengah berkembang (emerging market), termasuk India, Brasil dan Malaysia.
Hal ini disebabkan adanya sentimen negatif dari akan dinaikkannya suku bunga AS, menyusul terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS ke-45. Dalam kampanyenya, Trump kerap berjanji akan membawa ekonomi AS naik hingga 4%. Para investor asing pun memilih keluar dari negara emerging market untuk mengantisipasi kebijakan pemimpin baru negara adidaya tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau nanti kenaikan suku bunganya US sudah mulai confirm, rupiahnya bisa melemah lagi. Karena sentimennya kenaikan suku bunga. Resistense nya di Rp 13.550. Itu titik tahan atas. Kalau tembus Rp 13.550. Itu bisa ke worst case nya Rp 13.600," katanya kepada detikFinance, Jumat (11/11/2016).
Rupiah sendiri saat ini sudah kembali menguat di level Rp 13.395. Ke depan, melemah atau menguatnya rupiah akan dipengaruhi juga oleh keputusan Bank Indonesia (BI) untuk memangkas atau menaikkan suku bunga acuan.
"Acuan masih tinggi memang. Kita perlu lihat lagi dari Bank Indonesia. Untuk rate today sekarang Rp 13.323-13.363. Jadi turun. Kalau tadi pagi Rp 13.500. Kurs hari ini sudah kembali membaik di Rp 13.300-an. Jadi sudah berangsur pulih," tukas James.
Mengutip data perdagangan Reuters, dolar AS siang ini bergerak di level Rp 13.275. (drk/drk)











































