Untuk diketahui, bank sentral Indonesia tersebut siap mengintervensi pasar dengan membeli Surat Berharga Negara (SBN), sehingga otomatis melepas cadangan devisanya dalam bentuk valuta asing. Investor pun diharapkan mau menahan untuk menjual dolarnya.
"Saya kira Bank Indonesia masih disiplin menjaga rupiah. Masih kuat di Rp 13.300-an. Saya kira kita harus hargai upaya Bank Indonesia," ujar Kepala Riset Universal Broker Indonesia, Satrio Utomo kepada detikFinance di Jakarta, Selasa (15/11/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini tentu saja didasari oleh kebijakan Trump, Presiden AS terpilih, yang ingin memacu pertumbuhan ekonomi AS dengan memperbanyak pembangunan infrastruktur, didukung kebijakan the Fed yang akan menaikkan suku bunga AS, yang akan menguntungkan investor yang mengincar pengembalian atau imbal hasil lebih tinggi.
Analis OCBC Securities, Budi Wibowo menambahkan, rupiah masih sulit untuk memperbaiki posisinya terhadap situasi tersebut.
"Rupiah sendiri untuk jangka pendek, ini hanya penguatan sesaat. Kalau jangka panjang sudah jelas, Donald Trump akan naikkan suku bunga. Ketika The Fed naik, dana-dana dolar akan balik. Dengan mudah sekali rupiah naik dari Rp 13.100 ke Rp 13.800. Itu artinya Rp 14.000 akan dengan sangat gampang ditembus," kata dia.
Hal ini belum lagi ditambah dengan situasi politik dan keamanan yang kini sedang berlangsung di Indonesia. Dengan masih belum bisa lepasnya Indonesia pada situasi pasar global, pemerintah diharapkan mampu menjaga kondisi dalam negeri. Karena investor memprioritaskan keamanan untuk menyimpan uangnya.
"Memang pemerintah harus tegas. Kalau ini saya melihat situasinya pemerintah harus tegas. Benar-benar diusut dan harus berani. Seperti Bom Samarinda kemarin, kelihatannya kalau di luar kan teroris benar-benar dipantau, biar investasi aman. Karena ketika investasi, berapa pun return nya kalau keamanan tidak terjaga, pasti susah," tukasnya. (drk/drk)