Demikianlah disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat bertemu dengan para pemangku kepentingan atau stakeholder dari sukuk negara di Istana Negara, Jakarta, Jumat (23/12/2016).
"Kita patut berbangga pada saat ini Indonesia adalah penerbit sukuk negara terbesar di dunia dalam bentuk dolar Amerika Serikat," jelasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Instrumen keuangan berbasis syariah di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dan peran penting dalam kegiatan pembangunan nasional dan peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia," terangnya.
Semakin banyak instrumen surat utang, artinya masyarakat dalam dan luar negeri lebih leluasa untuk memilih investasi yang dibutuhkan,.
"Kita sekarang memiliki alternatif alternatif dalam berinvestasi. Inilah kebinekaan negara kita yang ingin membeli sukuk silakan atau SBSN silakan. Tapi yang ingin membeli sukuk yang konvensional silakan. Inilah sekali lagi kebhinekaan kita," tegas Jokowi.
Dalam pengelolaan APBN, Jokowi menambahkan bahwa kebutuhan belanja pemerintah sangat tinggi untuk bisa mendorong pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, pengurangan pengangguran dan mempersempit ketimpangan. Optimalisasi penerimaan pajak memang menjadi yang utama, namun selanjutnya adalah dengan penerbitan surat utang.
"Karena itu pemerintah terus menggunakan berbagai cara untuk menguatkan dari sisi sumber pembiayaan APBN baik dengan menguatkan basis perpajakan kita, yang kita mulai kemarin dari amnesti pajak misalnya dan juga penguatan surat berharga syariah negara atau SBSN atau lebih dikenal dengan sukuk negara," paparnya.
Seperti diketahui acara ini digelar dalam rangka Satu Windu Sukuk Negara. Turut hadir jajaran menteri antara lain Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro. Selanjutnya Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo dan Ketua DK OJK Muliaman D Hadad serta para bankir. (mkl/mkl)











































