Dolar Vs Rupiah di 2016: Sempat ke Bawah Rp 13.000 dan Nyaris Rp 14.000

Dolar Vs Rupiah di 2016: Sempat ke Bawah Rp 13.000 dan Nyaris Rp 14.000

Dewi Rachmat Kusuma - detikFinance
Jumat, 30 Des 2016 12:53 WIB
Dolar Vs Rupiah di 2016: Sempat ke Bawah Rp 13.000 dan Nyaris Rp 14.000
Foto: Tim Infografis, Mindra Purnomo
Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang tahun ini bergerak cukup fluktuatif. Kadang naik tinggi, namun tiba-tiba jatuh, kemudian bergerak stagnan.

Berbagai faktor baik dari domestik maupun global cukup mempengaruhi gerak rupiah.

Sebut saja Brexit atau Britania Exit, keluarnya Inggris Raya dari Uni Eropa, munculnya program Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty, terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS, hingga naiknya suku bunga The Fed.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengutip data perdagangan Reuters, Jumat (30/12/2016), posisi dolar AS di 1 Januari 2016 tercatat di angka Rp 13.788. Dolar AS sempat menyentuh level tertingginya sepanjang tahun ini di angka Rp 13.975 pada 7 Juni 2016 dan level terendahnya di Rp 12.911 pada 27 September 2016.

Di pertengahan tahun ini, keputusan Inggris keluar dari Zona Uni Eropa cukup berpengaruh terhadap kondisi pasar keuangan dunia tak terkecuali Indonesia.

Pada 27 Juni 2016, dolar AS bergerak menguat terhadap rupiah. Mata uang Paman Sam tersebut menyentuh level tertinggi di kisaran Rp 13.510.

Namun, munculnya program tax amnesty dari dalam negeri cukup membantu dan meredam pelemahan rupiah. Tax amnesty menjadi angin segar bagi pergerakan rupiah dan membuat dolar AS keok.

Pertengahan Juli 2016, program tax amnesty digulirkan. Ini menjadi sentimen positif di tengah pelemahan rupiah. Dolar AS terus turun dan hingga 27 September 2016, dolar AS tersungkur di level terendahnya di Rp 12.911.

Kemudian muncul lagi sentimen global yang bikin rupiah goyang. Terpilihnya Donald Trump pada November 2016 sebagai Presiden AS cukup menekan rupiah.

Dolar AS naik lagi dan sempat mencapai posisi tertingginya di Rp 13.575 pada 29 November 2016.

Perlahan, rupiah menguat. Pada 8 Desember 2016, dolar AS turun ke Rp 13.270.

Namun kemudian, lagi-lagi, rupiah mengalami guncangan, dolar AS menguat seiring dengan kebijakan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga acuannya sebesar 0,25% ke level 0,75%.

Mata uang Paman Sam tersebut langsung naik ke level tertingginya pada 15 Desember di Rp 13.365, atau naik 73 poin dari posisi pembukaan di level Rp 13.292.

Tak bisa dipungkiri, para pelaku pasar yang punya dana memilih tempat investasi yang dinilai aman dan menguntungkan. Dolar AS dipilih sebagai safe haven. Ini membuat dana asing di emerging market termasuk Indonesia keluar. Tak hanya di pasar uang, pasar saham pun ikut terimbas. IHSG melemah. Rupiah tertekan, dolar AS melambung.

Penguatan dolar AS tidak berlangsung lama. Berangsur, rupiah mulai naik lagi. Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter tidak tinggal diam.

BI melakukan intervensi di pasar dengan mengguyur cadangan devisa yang dimiliki. Alhasil, cadangan devisa BI perlahan menipis alias turun.

Posisi cadangan devisa Indonesia akhir November 2016 tercatat sebesar US$ 111,5 miliar, lebih rendah dibandingkan dengan posisi akhir Oktober 2016 yang sebesar US$ 115,0 miliar.

Namun, BI juga tidak akan membiarkan rupiah terlalu kuat. BI mencoba menjaga rupiah bergerak di level fundamentalnya.

Hari ini, rupiah perlahan menguat. Dolar AS turun ke level Rp 13.435 dari posisi pembukaan pagi tadi di Rp 13.460. (drk/wdl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads