Awal kebangkitan saham-saham Grup Bakrie lantaran adanya sentimen positif dari rencana PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yang melakukan restrukturisasi utang melalui rights issue. Wacana tersebut sudah dilontarkan sejak tahun lalu.
Pada RUPS BUMI beberapa hari yang lalu, sebanyak 99,96% pemegang saham sepakat atas rencana tersebut. Harga pelaksanaan rights issue dipatok pada level Rp 926, sehingga maksimal dana yang akan diraih lewat Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) sebesat Rp 35,1 triliun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saham BUMI tercatat mulai merangkak naik mulai Juni 2016. Pasca bergulirnya rencana restrukturisasi utang, BUMI terus mengudara hingga posisi tertinggi di level Rp 505 pada 27 Januari 2017. Namun kini BUMI kembali ke jalur merah dan parkir di level Rp 402 per saham pada perdagangan kemarin.
Sementara saham PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) mulai meninggalkan julukan saham 'gocap' sejak 19 Oktober 2016, dan terus bergerak hingga level tertinggi Rp 149 di 2 Februari 2017, sementara kemarin berakhir di level Rp 115.
Sedangkan PT Darma Henwa Tbk (DEWA) bangkit sejak 6 Januari 2017 dan menyentuh level tertinggi di level Rp 95 pada 31 Januari 2017, saat ini berada di level Rp 80.
Lalu PT Bakrieland Development Tbk (ELTY) mulai menguat pada 26 Januari 2017 ke level Rp 52, dan kini parkir di level Rp 79. PT Energi Mega Tbk (ENRG) juga menguat sejak 26 Januari, dan menyentuh level tertinggi pada 30 Januari 2017 di level Rp82, namun kini melemah ke Rp 68.
Sedangkan PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk (UNSP) dan Capitalinc Investment Tbk (MFTN) pada perdagangan kemarin masing-masing beradi di level Rp 66 dan Rp 63. Sementara hanya saham Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) dan Bakrie Telecom Tbk (BTEL) yang masih betah di level Rp 50.
Analis Senior Binaartha Sekuritas, Reza Priyambada, menyebut saham Bakrie sebagai saham semi gorengan. Sebab periode bergeraknya saham BUMI yang diikuti saham Bakrie lainnya ketika wacana right issue masih belum jelas.
"Jadi kalau dibilang gorengan semi lah, karena pergerakan saham BUMI karena memang ada pemberitaan, tapi pemberitaan ini belum bisa dibuktikan secara riil. Jauh hari sebelum RUPS dia sudah bergerak. Padahal belum tahu kapan. Meskipun saat ini sudah selesai," terangnya saat dihubungi detikFinance, Rabu (15/2/2017).
Menurut Reza saat ini pergerakan saham BUMI juga tidak didasari fundamental penuh. Sebab setelah RUPS disepakati, masih ada pertanyaan apakah saham rights issue BUMI akan terserap dengan baik. Meskipun ada kemungkinan para kreditur BUMI akan mendapatkan saham tersebut sebagai konversi dari utang.
"Kemudian beredar rumor dengan hasilnya RUPS maka kinerja BUMI akan meningkat. Produksi ditingkatkan. Inikan juga masih rumor. Benar enggak restrukturisasi lancar? Produksinnya sesuai target? Nah itu rumor akhirnya dimanfatkan pasar jadi lebih spekulatif," tambahnya.
Oleh karena itu, Reza mengimbau agar pelaku pasar jeli melihat kinerja keuangan BUMI sendiri. Perseroan memperkirakan laba bersih di 2016 mencapai US$ 101,6 juta. Sebelumnya di 2015 BUMI menderita rugi bersih sebesar US$ 2 miliar.
Sementara itu BUMI juga berencana untuk mendongkrak produksi batu bara tahun ini hingga 92-93 juta ton. Dengan harapan harga batu bara terus meningkat.
"Kita harus lihat, ini sesuai target atau tidak. Terus dari produksi bisa dijualnya berapa banyak, kalau hanya sedikit berarti income-nya hanya dari hasil yang dijual, yang tidak terjual jadi tambahan beban. Jadi harus rasional," kata Reza.
Sedangkan Analis Investa Saran Mandiri, Hans Kwee, cenderung memperhatikan seberapa besar kemungkinan berhasilnya rencana restrukturisasi utang. Sebab saat ini masih dalam proses.
"Ini harus diperhatikan, kalau restrukturisasi gagal atau jatuh lagi ke utang, bahaya," kata Hans.
Dia mengimbau agar para pelaku pasar yang cenderung bersifat trader menentukan target level untuk melakukan aksi ambil untung. Ketika saham BUMI cenderung turun maka tentukan pula kapan untuk cut loss.
"BUMI kami prediksi bisa tembus Rp 600. Tapi saat ini turun, kami pikir Rp 390 cut loss dulu, kalau berani di Rp 350. Nanti di Rp 370-400 akumulasi beli," terangnya. (ang/wdl)