BUMI sendiri sebelumnya telah lama tidur di level Rp 50 per saham (gocap). Awal mula kebangkitan saham yang terafiliasi dengan Grup Bakrie itu ketika isu restruktrisasi utang BUMI bergulir.
Meski baru sekedar wacana, saham BUMI mulai menanggalkan predikat gocap pada 10 Juni 2016 yang langsung naik ke level Rp 67 per saham. Setelah itu pada 30 Juni 2016 saham BUMI stagnan di level Rp 68 per saham.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun setelah itu saham BUMI kembali menuju jurang dengan penurunan terdalam pada 21 Februari 2017 di level Rp 294 per saham. Keesokan harinya saham BUMI kembali tancap gas dengan menguat 25,17% ke level Rp 368. Sementara pada perdagangan hari ini, saham BUMI terpantau melemah 3,01% ke level Rp 322.
Menurut Pengamat Pasar Modal Satrio Utomo, kembalinya saham BUMI ke jalur merah lantaran para investor belum sepenuhnya yakin atas rencana restrukturisasi utang tersebut. Sebab rencana perbaikan struktur utang sudah sering kali diwacanakan perseroan sejak lama.
"Saya belum yakin dengan niat baik manajemen BUMI. Paling tidak masih tunggu beberapa kuartal. Kebijakan perseroan selalu ada melakukan rights issue, kemdian setelah itu mereka tetap saja utangnya tetap ada, masalahnya tetap ada. Pemegang saham minoritas sering kali di PHP-in," tuturnya saat dihubungi detikFinance, Senin (27/2/2017).
Seperti pada 2013 lalu, manajemen BUMI mengumumkan konversi pinjaman senilai US$ 1,3 miliar kepada China Investment Corporation (CIC) dalam bentuk penukaran kepemilikan saham di empat anak usahanya. Namun saat itu utang BUMI masih mencapai US$ 3,2 miliar.
Setelah saat itu perseroan terus menggulirkan rencana untuk merestrukturisasi utang dengan melakukan rights issue. Hingga akhirnya pada 27 Oktober 2016 Majelis hakim Pengadilan Niaga memberikan waktu 21 hari sejak keputusan tersebut agar BUMI melunasi utangnya.
Namun saat ini jika rights issue tersebut berhasil dilakukan dan mendapatkan persetujuan OJK maka utang BUMI akan berkurang US$ 2,6 miliar, di mana US$ 1,9 miliar akan dikonversi menjadi saham. Sisanya US$ 639 juta akan ditukar menjadi Mandatory Convertible Bonds (MCB) atau obligasi wajib konversi dengan jangka waktu tujuh tahun. Dengan begitu, total utang BUMI akan berkurang menjadi US$ 1,6 miliar.
Menurut Satrio pelaku pasar saat ini mau melihat restrukturisasi itu berhasil dilakukan. Selain itu perseroan juga harus menunjukkan fundamental yang baik.
"Gayanya seperti mau berubah mau menyelesaikan utang, tapi tetap ada. Ini harga batu bara sudah bagus, apakah mereka akan pengaruh ke profitabilitas mereka. Batu bara bisa imbang di atas level US$ 60 dolar, sekarang kan hanya tipis di atas level US$ 60 apakah BUMI bisa merubah fundamental yang sangat signifikan," tandasnya. (ang/ang)











































