"Kurs rupiah nampaknya berpotensi relatif stabil dengan pola pergerakan granular yang lebih ditentukan oleh fundamental. Maknanya, mungkin rupiah akan tetap berada di kisaran yang kita lihat selama dua bulan terakhir," ungkap Adrian Panggabean, Chief Economist PT Bank CIMB Niaga Tbk dalam risetnya, Kamis (16/3/2017).
Adrian menjelaskan, ada dua sentimen eksternal yang mempengaruhi pasar keuangan global maupun dalam negeri. Adalah Pemilu Belanda yang dimenangkan oleh PM Mark Rutte. Cukup menarik di tahun ini karena tingkat partisipasi pemilih di Belanda mencapai di atas 80%, dan itulah yang antara lain menyebabkan tingginya hasil perolehan suara untuk Partai Liberal pimpinan PM Mark Rutte.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Harapan akan menangnya politik non-populis punya implikasi besar terhadap stabilitas sektor finansial, karena preferensi politik Belanda, Perancis dan Jerman (ketiganya dianggap sebagai Eurozone core countries) jelas punya pengaruh terhadap masa depan mata uang Euro, yang pada gilirannya akan berimplikasi luas terhadap konstelasi dan keseimbangan mata uang dunia. Termasuk di dalamnya adalah nasib rupiah. Artinya, kemenangan PM Mark Rutte di Belanda adalah berita baik untuk mata uang emerging market, termasuk rupiah.
Selanjutnya kenaikan suku bunga acuan AS sebesar 25 basis poin. Menurut Adrian ini sudah diantisipasi oleh investor sejak dua pekan lalu. Kenaikan suku bunga juga diikuti oleh turunnya yield dari US Treasury dan naiknya indeks komoditi.
Turunnya yield di US Treasury menyebabkan yield obligasi Indonesia menjadi relatif stabil pada kisaran 7,2 - 7,4%. Naiknya indeks komoditi, di sisi lain, jelas menguntungkan ekspor Indonesia dan menguntungkan mata uang negara-negara penghasil komoditi, termasuk Indonesia.
Dari dalam negeri, ada juga sentimen positif karena laporan surplus pada neraca perdagangan yang mencapai US$ 1,32 miliar. Dibandingkan bulan sebelumnya, memang ada sedikit penurunan, tapi secara umum masih menunjukkan bahwa ekspor netto masih akan berperan terhadap stabilitas neraca pembayaran, terhadap stabilitas rupiah, dan pertumbuhan ekonomi di 2017.
Adrian mengasumsikan pertumbuhan ekonomi 2017 mencapai 5,1%, dengan total surplus neraca perdagangan di 2017 akan mencapai US$ 7,5 miliar. Indikatornya adalah surplus neraca perdagangan yang sebesar US$ 2,5 miliar yang lebih tinggi dari ekspektasi.
"Harus diakui, dengan melihat running-rate ekspor bulanan selama 5 bulan terakhir nampaknya kondisi eksternal memang masih belum mencapai tingkat dimana kita bisa berharap adanya pertumbuhan ekspor yang jauh lebih tinggi," ungkapnya.
Dengan kondisi tersebut, Adrian memproyeksikan rupiah akan bergerak pada kisaran 13.300-13.600/US$. Sementara itu, yield obligasi 10-tahun juga akan tetap berada di rentang 7,3 – 7,6%.
"Ada kemungkinan turun ke arah 7,1% bila pada bulan Mei 2017 Indonesia dianugerahi dengan investment grade rating oleh S&P," tukasnya. (mkj/hns)