Dalam keterangan tertulis dari KIJA, Senin (3/4/2017) faktor utama peningkatan ini yakni efek dari keuntungan selisih kurs sebesar Rp 132,7 miliar yang dibukukan pada tahun 2016. Sementara rugi selisih kurs tahun 2015 yakni Rp 116,2 miliar.
Keuntungan selisih kurs neto tersebut merupakan jumlah dari keuntungan atau kerugian selisih kurs pendanaan dan keuntungan dari kontrak lindung nilai (hedging) serta keuntungan atau kerugian selisih kurs operasi. Hal ini dapat ditemukan dalam catatan atas laporan keuangan konsolidasi 2016 yang diaudit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 2016, penjualan di Cikarang tetap menjadi kontributor utama dalam marketing sales dengan Rp 1,15 triliun seluas 21 hektare. Hal ini sejalan dengan target 2016.
Pencapaian marketing sales yang menggembirakan dari kawasan industri di Kendal sebesar Rp 359 miliar (dengan luas 26 hektare) jauh melampaui target 2016 yakni Rp 250 miliar. Nilai ini ikut menambah secara signifikan hasil penjualan di Cikarang. Tanjung Lesung dan produk lainnya juga menambahkan marketing sales 2016 sebesar Rp 55 miliar.
Sedangkan untuk absolut laba kotor perseroan mengalami penurunan sebesar 10% menjadi Rp 1.243 miliar pada 2016. Marjin laba kotor konsolidasi untuk 2016 tercatat sebesar 42,4%, sedikit turun dibandingkan dengan 44,2% pada tahun 2015.
Penurunan marjin laba kotor ini terutama disebabkan hasil dari bauran produk (product mix) dalam pilar real estate and property. Kontribusi ini dari penjualan lahan kavling di Kendal dan apartemen cukup mempengaruhi pencapaian marjin laba kotor keseluruhan untuk real estate and property turun menjadi 76% pada tahun 2016, dibandingkan dengan 82% pada tahun 2015.
Sementara marjin laba kotor untuk pilar infrastruktur dan leisure hospitality masingβmasing tetap pada kisaran 21% dan 41% pada tahun 2016. Sedangkan untuk tahun 2015 marjin laba kotor yakni 21% dan 42%.
Selain itu, KIJA membukukan pendapatan Rp 2.931 miliar pada tahun 2016. Nilai ini menurun 7% dibandingkan dengan 2015.
Pada pilar real estate and property mengalami penurunan penjualan sebesar 6% menjadi Rp 1.101 miliar pada tahun 2016. Hal ini disebabkan menurunnya kontribusi penjualan lahan industri dan bangunan pabrik standar (standard factory buildings) dan rumah toko, meskipun terjadi peningkatan kontribusi penjualan kavling, perumahan dan dan apartemen.
Pendapatan dari pilar infrastruktur menurun 8% menjadi Rp 1.723 miliar sebagai akibat dari penurunan kontribusi penjualan listrik, yang disebabkan adanya kebocoran di salah satu boiler mesin pembangkit listrik. Sementara itu Pendapatan dari jasa infrastruktur lainnya (penyediaan air, pengolahan air limbah dan manajemen estat) dan dry port masingβmasing meningkat 5% dan 26% selama tahun 2016.
Pendapatan pilar leisure and hospitality membukukan kenaikan 2% pendapatan menjadi Rp 106,5 miliar pada tahun 2016. Pendapatan berulang (recurring revenue) dari pilar infrastruktur ini menyumbang 59% terhadap total pendapatan konsolidasi pada tahun 2016, tidak berubah secara persentase dibandingkan dengan 2015.
(nwy/hns)











































