Praktik overbooking ini sudah lazim dilakukan oleh maskapai di Amerika Serikat (AS). Maskapai tidak ingin ada kursi kosong di satu jadwal penerbangan sehingga menerima pesanan kursi lebih banyak dari kursi yang tersedia.
Akibatnya, ada penumpang yang tidak kebagian kursi ketika hendak terbang di jadwal yang sudah ia pesan. Namun keuntungan bagi maskapai adalah meminimalisir kursi yang kosong sehingga tidak rugi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Biasanya kompensasinya ini berkisar antara US$ 100-300 tergantung rute. Penumpang akan dipindahkan ke jadwal penerbangan berikutnya.
Jika hari itu sudah masuk penerbangan terakhir, maka penumpang juga akan diberi penginapan gratis sambil menunggu penerbangan selanjutnya esok hari.
Dalam praktik ini, penumpang seolah tidak punya hak atas kursi yang sudah dipesan sebelumnya. Sebab, jika sudah ada pengumuman penerbangan sudah overbooked, mau tidak mau harus ada penumpang yang merelakan kursinya atau nanti dipilih secara acak.
Sayangnya, tidak ada penumpang yang mau sehingga akhirnya United Airlines memilih kursi secara acak. Salah satu penumpang yang kebetulan terpilih, menolak untuk memberikan kursi. Akibatnya, penumpang tersebut diturunkan secara paksa.
"Ketika Anda masih di terminal menunggu untuk naik pesawat, Anda bisa dilarang untuk masuk pesawat. Jika Anda sudah masuk kabin, Anda juga masih bisa diminta turun sesuai arahan dari kru pesawat," kata Analis Industri Penerbangan, Robert Mann, dikutip dari AFP, Rabu (12/4/2017).
"Jadi penumpang pesawat seolah-olah tidak punya hak sama sekali," katanya.
Sepanjang tahun lalu, ada 434.000 penumpang secara sukarela merelakan kursinya yang sudah dipesan. Sedangkan 40.000 dipaksa melepas kursinya dan diberi kompensasi. (ang/ang)