Pemerintah juga telah membatasi besaran minimum rekening yang akan diintip sebesar Rp 200 juta. Batasan minimum itu berlaku untuk nasabah perbankan, asuransi dan perkoperasian. Namun hal itu sepertinya tidak berlaku untuk instrumen investasi di pasar modal.
Hal itu disayangkan oleh para Manajer Investasi (MI) yang merupakan perusahaan pengelola aset nasabah untuk diinvestasikan di pasar modal. Seharusnya pemerintah juga menerapkan batasan besaran nilai terhadap instrumen investasi di pasar modal yang bisa diintip pajak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hanif mengatakan, nasabah reksa dana tidak seluruhnya memiliki dana yang besar. Banyak pula nasabah yang baru belajar investasi di reksa dana. Dikhawatirkan tanpa adanya batasan akan menakuti para investor yang baru menjajal.
"Kita kan ingin menggalakkan nasabah ritel, termasuk untuk yang baru mulai bekerja, atau mahasiswa. Menurut saya mereka baru mau berinvestasi jangan dihadapi hal-hal yang membuat mereka berpikir banyak, saya kan cuma nasabah Rp 100 ribuan atau Rp 500 ribuan, belum apa-apa ada masalah pajak, jadi itu perlu dipertimbangkan," tukasnya.
Sama seperti Handif, Presiden Direktur PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Legowo Kusumonegoro juga sepakat atas hal tersebut. Meski begitu dirinya percaya industri pasar modal akan bekerjasama dengan baik.
"Kita di industri keuangan ini kan industri kepercayaan, jadi keterbukaan itu penting. Keterbukaan mengenai data nasabah, keterbukaan mengenai bagaimana pelaku pasar modal menginvestasikan seluruh dananya. Bahwa ada expect perpajakan di industri keuangan itu harusnya menjadi satu bagian dari keterbukaan itu sendiri," tuturnya. (dna/dna)











































