Para perusahaan manajer investasi pun mau tidak mau menerima keputusan tersebut. Namun Asosiasi Pengelola Reksa Dana Indonesia (APRDI) meminta pemerintah membuat aturan yang lebih jelas lagi terkait lewat mana data-data tersebut bisa diakses Ditjen Pajak.
"Harus ada turunan aturannya lagi, pelaporan apa, siapa yang melaporkan, dan yang dilaporkan apa saja," kata Dewan APRDI Asri Natanegeri di Gedung BEI, Jakarta, Jumat (28/7/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Masing-masing bank melaporkan lalu MI melaporkan, bank kustodian melaporkan, nanti ada potensi tidak satu nasabah. Maksudnya perspektifnya tidak satu holding nasabah yang dilaporkan keseluruhan. Jadi terpecah-terpecah, MI sendiri bank kustodian sendiri. Nah ini ada potensi redudansi," imbuhnya.
Asri mengaku sudah ada diskusi dari berbagai pihak bahwa apakah mungkin penyaluran data bisa melalui PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). Namun hal itu terbentur dengan yang tertuang di Perppu bahwa lembaga jasa keuangan sendiri yang melaporkannya.
Tidak hanya terkait siapa yang melaporkan data nasabah, Asri juga memandang data-data apa saja yang dibutuhkan Ditjen Pajak dari industri reksa dana juga belum jelas.
"Karena kalau semua data banyak sekali, harus di screening, level teknis harus didiskusikan. Jangan sampe semua orang harus berikan pelaporan nanti datanya mau digunakan untuk apa, dan benar-benar digunakan atau tidak. Sedangkan dari sisi kita harus hati-hati selektif," tandasnya
(mkj/mkj)