Mediasi tersebut dihadiri oleh Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Tjahya Widayanti dan Direktur Bina Usaha dan Pelaku Distribusi, Kementerian Perdagangan Fetnayeti. Ada 10 poin yang dihasilkan dalam mediasi tersebut, salah satunya meminta Hypermart untuk menyelesaikan semua kewajibannya.
"Seluruh utang supplier yang sudah jatuh tempo harus segera dibayar tunai tanpa cicilan dan tidak ada tambahan perpanjangan," kata butir pertama hasil mediasi yang dikutip detikFinance, Kamis (24/8/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasil notulensi mediasi tersebut ditandatangani oleh 11 ketua asosiasi-asosiasi perwakilan dari para pemasok, seperti misalnya GAPMI, AP3MI dan ASRIM. Dokumen tersebut juga disetujui oleh Roy N. Mande selaku Penerima Kuasa PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) pengelola Hypermart.
Kabar tersebut pun dibenarkan oleh pihak Hypermart. Namun Direktur Komunikasi sekaligus Corporate Secretary MPPA Danny Kojongian menegaskan, pertemuan tersebut hanya terdiri dari sebagian kecil dari para pemasok Hypermart.
"Memang ada sebagian kecil dari supplier kami yang mungkin enggak sampai 30 orang. Sementara pemasok kami bisa sampai 4 ribuan," tutur Danny saat dihubungi detikFinance.
Danny juga mengakui bahwa para pemasok tersebut memang mempertanyakan terkait pembayaran. Dia pun mengakui memang ada keterlambatan pembayaran yang dilakukan oleh Hypermart.
"Keterlambatannya mungkin ada yang beberapa bulan. Tapi keterlambatannya karena adanya proses verifikasi data yang belum lengkap seperti faktur, invoice atau data pendukung lainya," tuturnya.
Sayangnya dia mengaku tidak memiliki data berapa nominal tunggakan pembayaran kepada para pemasok tersebut. Tapi, Danny menegaskan, bahwa keterlambatan pembayaran bukan karena kondisi keuangan Hypermart yang bermasalah.
"Kita kan bisnisnya triliunan, kami bukan perusahaan baru kemarin sore. Kami berbisnis di Indonesia sudah cukup besar. Ini lebih ke arah pendataan, prosesnya membutuhkan waktu," tegasnya. (ang/ang)