Catatan buruk tersebut sangat kontras dengan niatan Kementerian BUMN yang ingin lebih banyak lagi BUMN yang tercatat di pasar modal khususnya entitas usahanya. Untuk go public, citra perusahaan harus cemerlang dengan catatan kinerja positif agar sahamnya menarik pelaku pasar.
Namun ternyata BUMN yang merugi sebenarnya juga tetap bisa melakukan penawaran umum saham perdana (Initial Public Offering/IPO). Bagaimana caranya?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang di OJK tidak ada, tapi di Bursa ada, harus laba dalam 2 tahun terakhir," tuturnya saat berbincang dengan detikFinance, seperti ditulis Kamis (7/9/2017).
Namun, persyaratan tersebut berlaku jika calon emiten ingin mencatatkan sahamnya di papan utama perdagangan saham. Bagi emiten yang belum mencetak laba masih memiliki kesempatan untuk IPO dengan masuk ke papan pengembangan terlebih dahulu.
"Untuk perusahaan jenis tertentu seperti perusahaan tambang dan mineral bahkan kita memberikan untuk perusahaan yang belum mempunyai pendapatan bisa. Artinya sudah berproduksi namun belum menjual atau artinya perusahaan belum mempunyai pendapatan secara penuh itu bisa di IPO kan," tambahnya.
Sementara bagi perusahaan yang sudah berdiri lama namun kinerja keuangannya sedang buruk atau merugi juga tetap bisa melakukan IPO di papan pengembangan. Asalkan, perusahaan tersebut harus membuat proyeksi kapan laporan keuangan akan membaik atau perusahaan bisa kembali untung.
Emiten di papan utama dan pengembangan dibedakan berdasarkan aset nyata secara bersih atau net tangible assets (NTA). Untuk emiten di papan utama NTA-nya harus mencapai Rp 100 miliar, sedangkan papan pengembangan cukup Rp 5 miliar.
"NTA itu total asset dikurangi total kewajiban dikurangi pajak dan lainnya, maka keluarlah net tangible assets. Bahasa mudahnya aset yang benar-benar nyata," tukasnya. (ang/ang)











































