Investor Tak Perlu Lagi Hadir di RUPS Pakai Cara Ini

Investor Tak Perlu Lagi Hadir di RUPS Pakai Cara Ini

Danang Sugianto - detikFinance
Kamis, 28 Sep 2017 11:40 WIB
Foto: Danang Sugianto/detikFinance
Jakarta - PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) menjalin kerja sama dengan Central Securities Depository (CSD) Turki, Merkezi Kayit Karulusu (MKK) untuk mengembangkan e-proxy dan e-voting platform.

Kerjasama tersebut tertuang dalam penandatangan nota kesepahaman (MoU) yang dilakukan oleh Direktur Utama KSEI, Friderica Widyasari Dewi dan Chairman of the Board MKK, Fatih Savazan. Turut menyaksikan pula Direktur Jenderal Aplikasi Informasi Kemenkominfo, Samuel Abijani dan Kepala Sub Direktorat Entitas Legal, Direktorat Sipil Kemenkum dan HAM Hadaris Samulia Has.

Lalu apa itu e-proxy dan e-voting platform?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Friderica menjelaskan, kedua platform tersebut merupakan aplikasi yang dapat memberikan kemudahan kepada para investor dalam kegiatan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Melalui platform tersebut para investor tidak perlu hadir secara fisik di RUPS.

"Menurut data kami 35% dari investor yang ada punya investasi lebih dari satu saham. Tentu ini merepotkan kalau lagi musim RUPS. Tidak cuma waktu yang berdekatan, tapi juga lokasinya berbeda-beda. Itu juga merepotkan," tuturnya di Gedung BEI, Jakarta, Kamis (28/9/2017).

Untuk e-proxy platform digital sendiri merupakan sarana untuk memberikan kuasa kehadiran kepada pihak ketiga apabila investor tak bisa dapat menghadiri RUPS secara elektronik.

Saat pemberian kuasa sudah bisa, tapi surat kuasanya dalam bentuk fisik yang dilengkapi dengan materai dan tanda tangan basah. Untuk pengembangan e-proxy diharapkan bisa selesai di 2018, sebagai pengembangan tahap pertama atas kerja sama dengan MKK.

Sementara untuk e-voting, merupakan platform digital yang memungkinkan para investor ikut dalam RUPS secara online. Investor seakan hadir dalam rapat secara online melalui video conference.

Dengan begitu investor bisa melakukan pendaftaran menghadiri RUPS, mempelajari materi hingga memberikan hak suara pada saat RUPS secara online. RUPS pun bisa lebih mudah mencapai kuorum dengan pengembangan tersebut.

Namun, untuk e-voting merupakan pengembangan jangka panjang. Sebab masih terbentur dengan peraturan dan undang-undang yang ada. Seperti dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas yang mengharuskan adanya tatap muka antara pemegang saham dan manajemen perusahaan saat RUPS.

"Kita lihat seberapa besar kita bisa jalankan e-voting tanpa merubah UU. Karena untuk merubah effort yang luar biasa. Kita coba cari dengan ketentuan yang ada," tambah Friderica.

Kendati begitu menurutnya pengembangan kedua platform tersebut saat ini cukup dibutuhkan. Mengingat kondisi Indonesia yang berupa kepulauan dan keberadaan investor yang tersebar luas.

"Bahkan setiap kita roadshow di luar negeri, para investor asing selalu tanya kapan Indonesia punya e-voting. Di Taiwan, Hong Kong, Turki, Rusia e-voting mampu meningkatkan ketertarikan investor asing dalam berinvestasi di pasar modal," imbuhnya.

Sementara alasan KSEI menunjuk MKK untuk mengembangkan e-proxy dan e-voting lantaran mereka telah sukses menerapkan platformnya. Belum lagi platformnya sudah dipakai di beberapa negara.

"Karena yang paling sedikit adjustment-nya itu sistem dia. Kita tidak perlu pengembangan lagi. Jadi kita kalau milih harus paling efisien kemudian harga juga. Tapi harganya rahasia," tukasnya. (ang/ang)

Hide Ads