Direktur Penilaian Perusahaan BEI, Samsul Hidayat menjelaskan, penghapusan saham INVS merupakan force delisting, atau penghapusan secara paksa. Sehingga tidak ada kesempatan bagi perseroan untuk membeli kembali saham di publik.
"Kalau force delisting memang enggak ada. Force delisting itu adalah hukuman bagi emiten tercatat karena tidak mau penuhi ketentuan sebagai perusahaan tercatat," tuturnya di Gedung BEI, Jakarta, Kamis (28/9/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai contoh saat PT Aqua Golden Mississipi Tbk (AQUA) melakukan voluntary delisting, PT Tirta Investama selaku pemegang saham mayoritas membeli sisa saham publik. Investor pun diuntungkan karena dihargai di level yang fantastis yakni Rp 500.000, padahal pada saat posisis suspensi saham AQUA berada di level Rp 150.000 per saham.
Nah, nasib pemegang saham INVS berbanding terbalik. Saat ini pemegang saham belum bisa menjual sahamnya lantaran masih berstatus pemegang saham INVS. Sebab meski di-delisting INVS masih berbentuk perusahaan publik.
"Pemegang saham tetap jadi pemegang saham perusahaan tersebut. Hanya saja sahamnya tidak lagi diperdagangkan di bursa," imbuhnya.
Untuk perlindungan investor, menurut Samsul itu bukan lagi ranah BEI sebagai wasit pasar modal, tapi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebab sahamnya tidak lagi ada di papan perdagangan pasar modal.
"Artinya OJK bisa ambil suatu tindakan jika ada pelanggaran yang dilakukan oleh manajemen. Tapi status pemegang saham tetap sebagai pemegang saham perusahaan," tandasnya. (ang/ang)