Direktur HC Dan Pengembangan Investasi Wika Gedung, Nur Al Fata, mengatakan penawaran saham perdana atau IPO bisa dimulai pada November nanti. Proses IPO tersebut sempat tertunda beberapa kali karena belum mendapat izin dari Kementerian BUMN.
"Sudah proses sejak 2016, tapi kebetulan konsolidasi di Kementerian BUMN terkait holding, ditunda sementara, karena ada holding konstruksi, perumahan, ada proses dengan konsultan. Jadi proses menjual (saham) kepada publik di-hold dulu. Bulan Juli lalu sudah ada lampu hijau jadi sudah diizinkan buat go publik," kata Nur ditemui di Hotel Sari Pan Pasific, Jakarta, Jumat (6/10/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"60-70% pengembangan usaha dan investasi, sisanya modal kerja. Akusisi salah satunya, ada perusahaan MEP (Mekanikal Elektrikal Plumbing) untuk perkuat supply chain kita. Targetnya (harga saham) memang sesuaikan dengan situasi pasar, sesuaikan dengan respon pasar," ungkap Nur.
Tahun ini, Wika Gedung sudah memperoleh kontrak sebesar Rp 5,2 triliun dari target di tahun 2017 sebesar Rp 7,4 triliun. Kontrak tersebut berasal dari proyek pemerintah sebesar 51% dan swasta 49%.
"Sudah (perolehan kontrak) Rp 5,2 triliun sampai September dari target 7,4 triliun. Tahun depan Rp 8,8 triliun," ungkap Nur.
Dalam kesempatan tersebut, Wika Gedung mengantongi kontrak pembangunan beberapa proyek properti hingga 5 tahun ke depan sebesar Rp 20 triliun. Proyek tersebut berasal dari induknya, PT Wijaya Karya Tbk dan anak usahanya, PT Wika Realty.
"Ini kontrak tanda tangan perusahaan dari Wika Realty ke Wika Gedung sebesar Rp 17 triliun, ada lagi proyek Rp 3 triliun dari Wika Group (induk), jadi totalnya Rp 20 triliun," kata Steve Kosasih, Direktur Keuangan WIKA.
Menurut dia, pelimpahan nilai proyek sebesar itu dari induk serta anak usaha ke anak usaha lain lebih karena alasan kemampuan Wika Gedung menggarap proyek properti dengan target waktu cepat, harga bersaing, dan pengalaman dalam membangun banyak gedung vertikal.
"Kenapa ke Wika Gedung? Karna bukan semata karena anak usaha kita, tapi karena dia bisa bangun dengan cepat, murah, dan berkualitas. Meski anak usaha, kontraknya profesional, tidak ada utang-utangan. Lucu ke suplier lain bayar dengan benar, ke saudara sendiri bayar enggak benar. Karena kalau cahs flow rusak, cash flow induk juga terganggu," ujar Steve.
Dia merinci, beberapa proyek dari Wika Realty yang dikerjakan Wika Gedung antara lain proyek apartemen di Jakarta di Taman Sari Swara Timur Rp 242,4 miliar, Apartemen Taman Sari Kencana di Bandung Rp 659,6 miliar, Taman Sari Emerald Rp 591 miliar, Taman Sari Permata Hijau Rp 192,7 miliar, proyek super blok di Kelapa Gading Rp 838 miliar, apartemen di Benhil Rp 2,21 triliun, dan proyek super blok di Jalan MT Haryono Rp 2,32 triliun.
Mantan Dirut PT Transjakarta ini menuturkan, untuk proyek dari induk yang dilimpahkan ke Wika Gedung sendiri bernilai Rp 3 triliun.
"Dari Wika Group sendiri yakni TOD (transit oriented development) yang bekerjasama dengan KAI nilainya Rp 1,3 triliun. Kemudian di Laswi Bandung yang juga dari tanah KAI yang nilainya kira-kira Rp 800 miliar," pungkasnya. (idr/dna)