Penguatan dolar AS terhadap rupiah terus terjadi belakangan ini. Tidak hanya rupiah, mata uang negara berkembang lainnya juga terkena dampak penguatan dolar AS.
Lantas apa penyebabnya? akankah rupiah kembali ke level Rp 15.000 terhadap dolar AS? baca selengkapnya pada berita berikut.
1. Pelemahan Rupiah Sepekan
|
Foto: Pradita Utama
|
Sejak awal Desember 2018 hingga saat ini, dolar AS tercatat bergerak dari level Rp 14.240 hingga Rp 14.640. Hal tersebut membuat rupiah menjadi yang paling lemah di antara mata uang lainnya terhadap mata uang Paman Sam tersebut.
Kemarin saja misalnya, data RTI menunjukkan rupiah sudah mengalami depresiasi 0,63% dan kembali menempati posisi juru kunci terhadap mata uang dolar AS. Mata uang lainnya yang keok terhadap dolar AS adalah Korean won, Indian rupee, Philippine peso, ringgit Malaysia dan dolar Taiwan.
Rupiah sendiri loyo di hadapan hampir semua mata uang negara utama dunia. Rupiah hanya berhasil unggul dari Indian rupee sebesar 0,25%. Kekalahan rupiah paling dalam berasal dari British pound yang berhasil menekan rupiah 140 poin ke level Rp 18.410.
Sebelumnya, selama bulan November lalu nilai tukar dolar AS terhadap rupiah terus melemah. Sempat menyentuh angka Rp 15.237 atau yang tertinggi sejak krisis moneter 1998, rupiah perlahan menguat hingga mencapai Rp 14.215.
Dalam kurun waktu sebulan, dolar AS berhasil ditekan 765 poin dari Rp 14.980 menjadi Rp 14.215 alias menguat 5,1%. Berbeda dengan kondisi sekarang, saat itu penguatan rupiah menjadi salah satu yang tercepat di antara negara ASEAN dan negara berkembang lainnya.
2. Ini Penyebabnya
|
Foto: Lamhot Aritonang
|
"Perang dagang, ketidakpastian meningkat dengan ditangkapnya eksekutif Huawei. Ini serius nggak AS meredam perang dagang," kata dia saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Selasa (11/12/2018).
Faktor kedua adalah mundurnya Gubernur Bank Sentral India dari jabatannya. Hal itu menurut Eko memberi pengaruh terhadap nilai tukar rupiah.
Faktor terakhir yang membuat rupiah melemah lantaran permintaan dolar AS di akhir tahun meningkat. Walaupun sudah diantisipasi dengan menambah cadangan devisa, tapi itu belum cukup.
Permintaan dolar AS meningkat di akhir tahun untuk kebutuhan liburan dan natal. Ditambah adanya Harbolnas yang membuat impor barang naik maka otomatis permintaan dolar AS ikut naik.
"Terakhir nggak bisa dihindari permintaan dolar di akhir tahun meningkat," tambahnya.
3. Bisa Tembus ke Rp 15.000?
|
Foto: Pradita Utama
|
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menilai, dolar AS bisa balik lagi ke kisaran Rp 15.000 jika Bank Sentral Amerika Serikat (the Fed) kembali menaikkan suku bunga di akhir tahun ini.
"Secara umum Januari belum ke arah Rp 15.000, kecuali the Fed naikkan suku bunga di 18-19 Desember. Impact-nya kan bisa sampai Januari," kata dia saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Selasa (11/12/2018).
Jika suku bunga Bank Sentral AS tidak naik, seharusnya hingga akhir tahun rupiah tidak akan sampai ke level Rp 15.000 terhadap dolar AS.
"Kalau ke Rp 15.000 dalam 1-2 minggu ke depan belum," sebutnya.
Selain itu, harapannya cadangan devisa (cadev) yang ada masih mampu menopang rupiah sampai akhir tahun.
Halaman 2 dari 4











































