Puluhan Tahun Berdiri, Sariwangi Divonis Pailit

Kaleidoskop 2018

Puluhan Tahun Berdiri, Sariwangi Divonis Pailit

Trio Hamdani - detikFinance
Jumat, 28 Des 2018 08:15 WIB
Puluhan Tahun Berdiri, Sariwangi Divonis Pailit
Foto: Dana Aditiasari
Jakarta - Kabar duka dialami industri teh dalam negeri pada Oktober 2018. PT Sariwangi Agricultural Estate Agency (SAEA) yang telah berdiri sejak 1962 divonis pailit.

Melihat sejarahnya, Sariwangi mulai dibangun oleh pendirinya yakni Johan Alexander Supit pada tahun 1962. Johan bersama perusahannya kemudian membuat inovasi teh dalam kantong yang dikenal dengan sebutan teh celup.

Dari laman website resminya tertera jika Sariwangi adalah merek teh lokal Indonesia yang sudah diperkenalkan pada tahun 1973. Inovasi teh celup ini diklaim lebih modern dan praktis dibandingkan teh tubruk.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejak dilempar ke pasaran, Sariwangi mendapat respon positif dari masyarakat jadi tak ayal produk teh ini bisa dianggap merajai pasar teh celup Indonesia. Ide pertama dari teh kemasan kantong ini dicetuskan oleh Thomas Sullivan, seorang pedagang teh dan kopi dari New York. Ia mengirimkan sample teh dalam kantong sutera kecil pada setiap pelanggannya.

Pada tahun 1989 Unilever mengakuisisi produk dan brand teh celup Sariwangi. Meskipun sudah diakuisisi, PT Sariwangi tetap menjalankan bisnisnya sebagai perusahaan yang berfokus pada bidang trading, produksi dan pengemasan teh.

Sayangnya sejak tahun 2015, PT Sariwangi bersama perusahaan afiliasinya PT Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung mengalami kesulitan. Pada gilirannya, Sariwangi dinyatakan pailit.

Bagaimana awal mula Sariwangi bisa dinyatakan pailit? apa penyebabnya? Cek Kaleidoskop Oktober 2018 yang dirangkum detikFinance ini.

Pernyataan Pailit

Foto: Fadhly F Rachman
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengabulkan pembatalan perjanjian perdamaian dari PT Bank ICBC Indonesia terhadap PT Sariwangi Agricultural Estate Agency dan PT Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung. Itu artinya kedua perusahaan itu sudah berstatus pailit.

Kuasa hukum ICBC, Swandy Halim dari Kantor Hukum Swandy Halim & Partners, menjelaskan sebelumnya para pihak terkait sudah sepakat dalam perjanjian perdamaian terkait utang kedua entitas tersebut pada 9 Oktober 2015. Namun utang yang seharusnya dicicil tidak dilakukan.

"Pada intinya ada dua: PT Sariwangi tidak pernah membayar cicilan. Sementara satu lagi PT Indorub sudah telat 1 tahun lebih tidak bayar. Ini kan ada cicilan bunga yang mereka tidak bayar," terang Swandy kepada detikFinance, 17 Oktober 2018.

Pengabulan pembatalan perjanjian perdamaian itu sudah diputus oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat kemarin. Kedua perusahaan itu dianggap tak mampu memenuhi persyaratan dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Sariwangi Dijerat Utang

Foto: Dana Aditiasari
Setelah tagihan kredit utang bermasalah Bank ICBC Indonesia sepakat dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Total utang Sariwangi kepada Bank ICBC Indonesia saat itu mencapai US$ 20.505.166 atau sekitar Rp 309,6 miliar.

"Ini posisi utang per tanggal putusan pengesahan perdamaian 9 Oktober 2015," kata Kuasa hukum ICBC, Swandy Halim dari Kantor Hukum Swandy Halim & Partner kepada detikFinance, 18 Oktober 2018.

Namun sejak perjanjian itu pihak Sariwangi tidak memenuhi perjanjian dengan membayar cicilan utang. Hingga akhirnya PT Bank ICBC Indonesia mengajukan pembatalan perjanjian perdamaian

Berbarengan dengan Sariwangi, Bank ICBC Indonesia juga meminta pembatalan perjanjian perdamaian kepada PT Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung. Total utang perusahaan ini mencapai $ 2.017.595 dan Rp. 4.907.082.191.

Anak Pendiri Buka Suara

Foto: Dana Aditiasari
Setelah Johan Alexander Supit sang pendiri perusahaan meninggal pada 21 November 2015, kursi pucuk pimpinan diteruskan oleh anaknya Andrew Supit. Namun posisi tersebut tak lama diduduki oleh Andrew.

Kepada detikFinance, Andrew mengatakan sudah tak lagi menjadi Direktur Utama PT Sariwangi sejak 30 Oktober 2015. Perusahaan tersebut tersebut diambil alih oleh pihak asing, yakni CR AROMA.

"Saya sudah tidak menjadi Direktur Utama PT SARIWANGI A.E.A. sejak 30 Oktober 2015 semenjak perusahaan diambil alih oleh perusahaan asing," katanya.

Dia mengatakan, perusahaan asing tersebut menguasai 70% dari Sariwangi A.E.A.

"Di mana perusahaan asing tersebut menjadi pemilik PT Sariwangi A.E.A. dengan menguasai 70% saham perusahaan," katanya.

Setelahnya, pihak keluarga tak lagi ikut terlibat dalam perusahaan tersebut. Keluarga tak lagi terlibat sejak 30 Oktober 2015 lalu.

"Kami keluarga sudah tidak pernah lagi involve di perusahaan semenjak 3O Oktober 2015," tuturnya.


Sudah Puluhan Tahun Kok Bisa Pailit?

Foto: Fadhly F Rachman
Direktur Eksekutif Dewan Teh Indonesia (DTI) Suharyo Husen mengaku cukup mengenal dengan keluarga pemilik perusahaan tersebut.

Menurutnya kondisi perusahaan mulai menurun ketika merek Sariwangi dibeli oleh Unilever. Meskipun dia mengaku tidak mengetahui secara detil.

"Sebelumnya mulai menurun yaitu pada saat dibeli Unilever. Waktu itu masih Pak Alex (Johan Alexander Supit) yang pegang. Jadi mereka kerja sama produksi tapi kan mereknya dijual," tuturnya.

Unilever sendiri hanya membeli merek Sariwangi bukan perusahaannya pada 1989. Meski sebagai pemegang merek Sariwangi, Unilever masih mengambil pasokan dari SAEA.

"Jadi produk-produk Sariwangi yang ada di toko-toko itu sudah punya Unilever," tuturnya.

Semenjak saat itu, SAEA hanya menjual teh dalam bentuk bahan baku. Namun menurut Suharyo kinerja perusahaan mulai menurun.
Halaman 2 dari 5
(ang/ang)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads